- Museum Tsunami Banda Aceh
Kalau museum yang satu ini, saya rasa
sudah sangat dikenal oleh para wisatawan di seluruh dunia. Tsunami 2004
yang menelan ratusan ribu rakyat Aceh akhirnya dikenang melalui sebuah
museum yang terletak di pusat kota Banda Aceh.
Dalam museum ini tentu saja
diperlihatkan berbagai macam hal yang mengenai tsunami, mulai dari ruang
simulasi tsunami sampai dengan ruang audio visual yang merekam kejadian
tsunami pada tahun 2004 lalu.
- Pemakaman Massal Ulee Lheue dan Siron Aceh Besar
Belum cukup dengan Museum Tsunami, anda
juga bisa mengunjungi pemakaman massal yang cukup besar di Aceh.
pemakaman massal ulee Lheue yang terletak dekat dengan pelabuhan
penyeberangan Banda Aceh- pulau Weh.
Atau, anda juga bisa mendatangi
Pemakaman Massal desa Siron. Areal pemakaman ini terletak di jalan Banda
Aceh menuju bandara Sultan iskandar muda. Dari Bandara, posisinya ada
disebelah kiri bila anda sudah mendekati kota Banda Aceh. areal
pemakaman yang luas dan tertata rapi, membuat kesan angker tak terasa.
Tapi siapa nyangka, bila dulu pada tahun 2004 lalu, ada ribuan orang tak
dikenal yang dikuburkan secara bersamaan didalamnya?
- Komplek Pemakaman Raja Di Lampulo
Bila anda sudah bosan atau jenuh dengan
musibah tsunami tahun 2004 lalu, kenapa tidak coba untuk menulusuri
sisa-sisa tsunami pada abad ke 16 Masehi.
Sisa-sisa tsunami kuno di desa lampulo
dan sekitarnya kini masih bisa kita lihat dengan peninggalan nisa-nisan
kuno serta gerabahnya. Beberapa arkeolog yang pernah dan sedang
melakukan penelitian dikomplek tersebut mengatakan , kalau dulunya titik
kota Banda Aceh adalah dibibir muara krueng Aceh kini. Tapi, tsunami
datang menghancurkan kota Banda Aceh kuno dan istana kerajaan. Jadilah
para sultan kala itu memindahkan istana kerajaan di seputaran kota Banda
Aceh kini.
- Dan, Perbukitan Lamuri
Sedikit menjauh lagi, ke arah utara kota
Banda Aceh, tepatnya di perbukitan Krueng Raya atau lebih dikenal
dengan sebutan Bukit Soeharto. Disini, kita akan disajikan dengan
petualangan yang mendebarkan.
Dari kaki bukit, kita akan menelusuri
jejak tsunami yang jauh lebih kuno. Mungkin sekitar abad ke 14 masehi.
Nasibnya tak lebih baik dari pemakaman Raja Aceh Kuno di Desa Lampulo
dan sekitarnya. Dulunya, disini diyakini ada sebuah kota yang cukup
besar lengkap dengan benteng pertahanan dan istana raja.
Kerajaan Lamuri namanya, bahkan beberapa
arkeolog menyebutnya kalau ini kerajaan yang lebih tua dari Samudra
Pasai. Di atas bukit ini, kita akan menemukan beberapa situs makam Kuno
yang berumur lebih dari 1200 tahun. Ada nisan langka yang sulit di
jumpai di seluruh negeri ini. Belum lagi, pemandangannya.. hmm..
Jadi? Akhir tahun nanti ke Aceh kan?
Meresapi Sejarah di
Blang Padang Banda Aceh
30 April 2014 05:59:37 Diperbarui: 23 Juni 2015 23:02:34 Dibaca : 160
Komentar : 0 Nilai : 0
Meresapi Sejarah di Blang Padang Banda Aceh
Wisata Sejarah Aceh, Mulailah dari Situs Blang Padang
***
Sejarah Aceh, sangatlah luas dan beragam. Tidak hanya “tegak” melawan
penjajahan, melainkan juga kisah-kisah romantisme yang eksotik. Sejarah
Aceh, tidak hanya terkenal dengan kekayaan alam yang berlimpah,
melainkan juga pelajaran-pelajaran religius yang telah mengaliri
sebagian besar nusantara ini.
Sejarah Aceh, tidak hanya terpaut ribuan tahun silam, melainkan juga
terjadi dalam kurun waktu yang bersamaan dengan kehidupan kita saat ini.
Mulai dari konflik berdarah antara Pemerintah Aceh dan Indonesia,
melainkan juga,
sejarah bagaimana alam merenggut ratusan ribu jiwa orang Aceh.
Semua itu tidak pernah hilang dan lekang dari ingatan. Semuanya masih
tersimpan rapi dalam hati dan jiwa masyarakat Aceh. Semuanya masih
tersimpan di atas-atas tanah yang telah membisu. Walau begitu, dari
kebisuan-kebisuan itulah,
Aceh berjalan bersama retasan-retasan sejarah.
***
Duduk santai menikmati senja di Lapangan Blang Padang, ibarat menatap
luasnya sejarah Aceh yang tak mampu ditelusuri seluruhnya. Lapangan
seluas delapan hektar ini tak hanya menjadi saksi perjuangan bangsa
Aceh, melainkan juga saksi betapa dahsyatnya tsunami yang melanda Aceh
pada tahun 2004 silam.
Jerit tangis perjuangan seolah memanggil dari setiap sudut kota Banda
Aceh. Jerit tangis akan perjuangan melawan penjajah Belanda dan jerit
tangis perjuangan dalam mempertahankan hidup saat tsunami.
Sejarah itu seolah tetap bersuara, sebagaimana ratusan batu yang
bertuliskan pada prasasti-prasati berbentuk perahu di berbagai sudut
Blang Padang. Prasasti itu berupa ucapan terimakasih atas
kesetiakawanan, kepedulian tanpa pamrih kepada Negara-negara yang telah
berjasa membantu rehab rekons Aceh pasca tsunami.
Zaman dahulu, lapangan ini tidak lain sebuah lokasi persawahan rakyat.
Sultan Iskandar Muda yang saat itu memimpin Kerajaan Aceh membeli lahan
persawahan itu dan tidak lama setelah itu diwaqafkan kepada imam Masjid
Raya Baiturrahman Banda Aceh.
Sebenarnya, Lapangan Blang Padang ini termasuk salah satu situs sejarah
Aceh. Banyak kisah sejarah yang sudah terukir dari lapangan ini. Hanya
saja, Lapangan Blang Padang bukanlah dibuat langsung oleh tangan
manusia, sehingga terasa berbeda dengan situs-situs sejarah lainnya di
Aceh.
Diakui, sore hari merupakan waktu yang paling tepat mengunjungi Blang
Padang. Berbagai aktivitas warga dapat kita lihat langsung sambil duduk
santai di bawah rimbunnya pohon, tak lupa pula, sambil menikmati jajanan
yang di gelar masyarakat.
Saat duduk, coba perhatikan Lapangan Blang Padang secara seksama. Maka
mata kita akan dapat langsung melihat monument pesawat Dakota Seulawah
001. Dalam sejarahnya, pesawatini dibeli dari uang sumbangan rakyat Aceh
dan menjadi cikal bakal berdirinya perusahaan penerbangan niaga
pertama, Indonesian Airways.
Lalu, di trek lari selebar satu meter yang mengelilingi lapangan, kita
juga dapat melihat prasasti berbentuk perahu. Itu merupakan prasasti
“Thanks to the World”, yaitu sebuah bentuk ucapan terimakasih kepada
Negara-negara yang sudah terlibat dalam program pemulihan Aceh setelah
bencana.
Kita juga bisa melihat megahnya bangunan Museum Tsunami yang letaknya
hanya di seberang jalan dari Blang Padang. Kita bisa melihat lebih dekat
museum itu hanya dalam waktu lima menit dengan berjalan kaki.
Alangkah baiknya, untuk berkunjung ke museum itu, hendaknya kita datang
pada pagi atau siang hari agar dapat memiliki waktu yang lebih banyak
dan dapat melihat berbagai kegiatan yang ada di museum.
Sebenarnya, kita dapat mengunjungi sebagian besar peninggalan sejarah
Aceh dari Blang Padang ini. Apalagi, berbagai situs sejarah di Kota
Banda Aceh, letaknya sangat dekat bahkan bersebelahan dengan Blang
Padang. Nyaris, kita hanya butuh waktu 10 sampai 20 menit sambil
berjalan kaki. Ya, berjalan kaki. .
Mulai dari Taman Sari, peninggalan sejarah Gunongan, Lonceng Cakra
Donya, Taman Putroe Phang, Meuligo, Museum, Rumoh Aceh, hingga kuburan
prajurit Belanda, Kerkhoff, semuanya dapat di tempuh dengan jalan kaki
dari Blang Padang.
Mengunjungi berbagai situs yang saling berdekatan itu memang lebih
menarik sambil berjalan kaki, apalagi jika kita datang dengan rombongan.
Akan lebih terasa “ruh” situs-situs yang kita kunjungi. Karena, antara
satu situs dengan situs lainnya –beberapa diantaranya-- memiliki
histori yang saling terikat. Tidak berdiri sendiri.
Mudahnya menyusuri Situs sejarah dari Plang Padang
Kebetulan, di sekitaran Blang Padang juga terdapat beberapa hotel dan
penginapan dengan layanan yang menarik, tentunya dengan harga yang
terjangkau oleh kantong kita.
Serba komplit. Mulai dari beribadah di Mesjid Raya Baiturrahman, olah
raga, menikmait kuliner, berbelanja sopenir di Pasar Aceh, mengunjungi
situs sejarah, semuanya dapat kita lakukan dari Blang Padang. Tanpa
sadar, kita pun dapat menghemat pengeluaran saat di Banda Aceh.
Kebetulan, sejak tahun 2011 lalu, Pemerintah Kota Banda Aceh melalui
Dinas Pariwisata, telah banyak melakukan berbagai event budaya yang
selama ini sudah jarang dilakukan oleh masyarakat Aceh. Jadi, kita tidak
hanya dapat mengunjungi situs sejarah, melainkan juga dapat melihat
langsung berbagai atraksi budaya yang sering –lagi-lagi-- di adakan di
Blang Padang dan beberapa situs sejarah yang saling berdekatan.
Contohnya adalah Pagelaran Putroe Phang Art and Music Weekend Show.
Kegiatan rutin ini dilaksanakan setiap akhir pekan dan dimulai dari
pukul 16.15 sampai dengan 18.10 di Taman Putroe Phang. Jaraknya, hanya
15 menit jalan kaki dari LapanganBlang Padang.
Nah, jika ingin berhemat pengeluaran saat melakukan kunjungan ke Kota
Banda Aceh, mulailah dari Blang Padang. Selamat mencoba segala keragaman
yang tersaji di sini.***
.............................................................................................................
“Thanks
to the World”
Bangsa Aceh adalah bangsa yang tidak pernah melupakan jasa siapa pun.
Begitu pula terhadap para tamu yang datang membantu dan memulihkan
kondisi Aceh. Khususnya, paska gempa dan tsunami Aceh pada 2004 silam.
Rasanya, ucapan terimakasih saja terasa tidak cukup. Karena, kehadiran
sekitar 600 Non-Governmental Organizations (NGO) dari 34 negara, tidak
hanya membantu memperbaiki dan membangun kembali Aceh yang telah porak
poranda dalam bentuk materi (seperti bangunan dan fasilitas umum),
melainkan juga terhadap psikologi para korban yang telah kehilangan
keluarga dan harta benda.
Oleh sebab itu, tidaklah berlebihan jika Pemerintah Aceh membangun
prasasti-prasasti ucapan terimakaih tersebut di berbagai sudut Lapangan
Blang Padang, Banda Aceh.
Pada prasati “Thanks to the World” tersebut di tulis dalam tiga bahasa.
Yaitu Bahasa Indonesia, Inggris dan bahasa masing-masing negara.
Kini, Blang Padang tidak hanya menjadi pusat aktivitas berbagai event
besar di Aceh, melainkan juga menjadi salah satu jantung utama Kota
Banda Aceh. Berbagai fasilitas olahraga, seperti Lapanganbasket,
Lapangansepak bola, lintasan lari jarak pendek, telah menjadikan Blang
Padang sebagai taman sejarah, pendidikan, olah raga dan wisata. Sebuah
konsep komplit yang sangat menarik.
Berbagai aktivitas di sini tidak hanya pada sore hari saja, bahkan, pada
pagi hari pun LapanganBlang Padang tetap ramai dengan berbagai
aktivitas. Mulai dari anak-anak sekolah, masyarakat umum yang berolah
raga hingga para pelancong yang hendak melihat lebih dekat prasasti
“Thanks to the World”.
-------------------------------------------------------------------------------------------
Penggalan
Sejarah Blang Padang
Pada masa kerajaan Aceh di pimpin oleh Sultan Iskandar Muda, saat itu,
Lapangan Blang Padang merupakan areal persawahan rakyat. Lalu, Sultan
mengambil alih dengan membeli lokasi persawahan tersebut. Tidak lama,
karena, setelah itu Sultan Iskandar Muda mewakafkannya kepada imam
Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.
Mengapa Blang Padang di wakafkan kepada imam Mesjid Raya Baiturrahman?
Dahulu, Sultan Iskandar Muda melihat jika Imam Masjid Raya tidak di
gaji. Sedangkan satu sisi, seorang imam juga harus memenuhi kebutuhan
keluarganya. Oleh sebab itu, wakaf ini tidak lain untuk di jadikan lahan
sawah atau kebun untuk mencukupi kehidupan imam dan keluarganya. Jadi,
secara histori, tanah ini merupakan tanah musara (wakaf).
Pada tahun 1800-an, petakan-petakan sawah Blang Padang ini ditimbun
sehingga menjadi lapangan. Kemudian oleh Belanda Lapangan ini
dimanfaatkan sebagai lapangan upacara dan berbagai kegiatan lainnya.
Bahkan, pada masa pimpinan Syamaun Gaharu dimana pada saat itu beliau
merupakan seorang panglima daerah militer Aceh (KDMA), sebuah stadion di
bangun di atas lapangan ini. Namun terpaksa dibongkar pada tahun 1891.
Penggalan-penggalan sejarah Blang Padang ini terpapar rapi dalam catatan
K.F.H Van Langen. Sekitar tahun 1888, Van Langen mencatat bagaimana
awal mula sejarah Blang Padang. Catatan-catatan itu pun akhirnya
terangkum dalam sebuah buku yang berjudul;“De Inrichting van het
Atjehsche Staats- bestuur onder het Sultan
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/masrizalbinzairi/meresapi-sejarah-di-blang-padang-banda-aceh_54f778b4a33311db628b45ca
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/masrizalbinzairi/meresapi-sejarah-di-blang-padang-banda-aceh_54f778b4a33311db628b45ca
Meresapi Sejarah di
Blang Padang Banda Aceh
30 April 2014 05:59:37 Diperbarui: 23 Juni 2015 23:02:34 Dibaca : 160
Komentar : 0 Nilai : 0
Meresapi Sejarah di Blang Padang Banda Aceh
Wisata Sejarah Aceh, Mulailah dari Situs Blang Padang
***
Sejarah Aceh, sangatlah luas dan beragam. Tidak hanya “tegak” melawan
penjajahan, melainkan juga kisah-kisah romantisme yang eksotik. Sejarah
Aceh, tidak hanya terkenal dengan kekayaan alam yang berlimpah,
melainkan juga pelajaran-pelajaran religius yang telah mengaliri
sebagian besar nusantara ini.
Sejarah Aceh, tidak hanya terpaut ribuan tahun silam, melainkan juga
terjadi dalam kurun waktu yang bersamaan dengan kehidupan kita saat ini.
Mulai dari konflik berdarah antara Pemerintah Aceh dan Indonesia,
melainkan juga,
sejarah bagaimana alam merenggut ratusan ribu jiwa orang Aceh.
Semua itu tidak pernah hilang dan lekang dari ingatan. Semuanya masih
tersimpan rapi dalam hati dan jiwa masyarakat Aceh. Semuanya masih
tersimpan di atas-atas tanah yang telah membisu. Walau begitu, dari
kebisuan-kebisuan itulah,
Aceh berjalan bersama retasan-retasan sejarah.
***
Duduk santai menikmati senja di Lapangan Blang Padang, ibarat menatap
luasnya sejarah Aceh yang tak mampu ditelusuri seluruhnya. Lapangan
seluas delapan hektar ini tak hanya menjadi saksi perjuangan bangsa
Aceh, melainkan juga saksi betapa dahsyatnya tsunami yang melanda Aceh
pada tahun 2004 silam.
Jerit tangis perjuangan seolah memanggil dari setiap sudut kota Banda
Aceh. Jerit tangis akan perjuangan melawan penjajah Belanda dan jerit
tangis perjuangan dalam mempertahankan hidup saat tsunami.
Sejarah itu seolah tetap bersuara, sebagaimana ratusan batu yang
bertuliskan pada prasasti-prasati berbentuk perahu di berbagai sudut
Blang Padang. Prasasti itu berupa ucapan terimakasih atas
kesetiakawanan, kepedulian tanpa pamrih kepada Negara-negara yang telah
berjasa membantu rehab rekons Aceh pasca tsunami.
Zaman dahulu, lapangan ini tidak lain sebuah lokasi persawahan rakyat.
Sultan Iskandar Muda yang saat itu memimpin Kerajaan Aceh membeli lahan
persawahan itu dan tidak lama setelah itu diwaqafkan kepada imam Masjid
Raya Baiturrahman Banda Aceh.
Sebenarnya, Lapangan Blang Padang ini termasuk salah satu situs sejarah
Aceh. Banyak kisah sejarah yang sudah terukir dari lapangan ini. Hanya
saja, Lapangan Blang Padang bukanlah dibuat langsung oleh tangan
manusia, sehingga terasa berbeda dengan situs-situs sejarah lainnya di
Aceh.
Diakui, sore hari merupakan waktu yang paling tepat mengunjungi Blang
Padang. Berbagai aktivitas warga dapat kita lihat langsung sambil duduk
santai di bawah rimbunnya pohon, tak lupa pula, sambil menikmati jajanan
yang di gelar masyarakat.
Saat duduk, coba perhatikan Lapangan Blang Padang secara seksama. Maka
mata kita akan dapat langsung melihat monument pesawat Dakota Seulawah
001. Dalam sejarahnya, pesawatini dibeli dari uang sumbangan rakyat Aceh
dan menjadi cikal bakal berdirinya perusahaan penerbangan niaga
pertama, Indonesian Airways.
Lalu, di trek lari selebar satu meter yang mengelilingi lapangan, kita
juga dapat melihat prasasti berbentuk perahu. Itu merupakan prasasti
“Thanks to the World”, yaitu sebuah bentuk ucapan terimakasih kepada
Negara-negara yang sudah terlibat dalam program pemulihan Aceh setelah
bencana.
Kita juga bisa melihat megahnya bangunan Museum Tsunami yang letaknya
hanya di seberang jalan dari Blang Padang. Kita bisa melihat lebih dekat
museum itu hanya dalam waktu lima menit dengan berjalan kaki.
Alangkah baiknya, untuk berkunjung ke museum itu, hendaknya kita datang
pada pagi atau siang hari agar dapat memiliki waktu yang lebih banyak
dan dapat melihat berbagai kegiatan yang ada di museum.
Sebenarnya, kita dapat mengunjungi sebagian besar peninggalan sejarah
Aceh dari Blang Padang ini. Apalagi, berbagai situs sejarah di Kota
Banda Aceh, letaknya sangat dekat bahkan bersebelahan dengan Blang
Padang. Nyaris, kita hanya butuh waktu 10 sampai 20 menit sambil
berjalan kaki. Ya, berjalan kaki. .
Mulai dari Taman Sari, peninggalan sejarah Gunongan, Lonceng Cakra
Donya, Taman Putroe Phang, Meuligo, Museum, Rumoh Aceh, hingga kuburan
prajurit Belanda, Kerkhoff, semuanya dapat di tempuh dengan jalan kaki
dari Blang Padang.
Mengunjungi berbagai situs yang saling berdekatan itu memang lebih
menarik sambil berjalan kaki, apalagi jika kita datang dengan rombongan.
Akan lebih terasa “ruh” situs-situs yang kita kunjungi. Karena, antara
satu situs dengan situs lainnya –beberapa diantaranya-- memiliki
histori yang saling terikat. Tidak berdiri sendiri.
Mudahnya menyusuri Situs sejarah dari Plang Padang
Kebetulan, di sekitaran Blang Padang juga terdapat beberapa hotel dan
penginapan dengan layanan yang menarik, tentunya dengan harga yang
terjangkau oleh kantong kita.
Serba komplit. Mulai dari beribadah di Mesjid Raya Baiturrahman, olah
raga, menikmait kuliner, berbelanja sopenir di Pasar Aceh, mengunjungi
situs sejarah, semuanya dapat kita lakukan dari Blang Padang. Tanpa
sadar, kita pun dapat menghemat pengeluaran saat di Banda Aceh.
Kebetulan, sejak tahun 2011 lalu, Pemerintah Kota Banda Aceh melalui
Dinas Pariwisata, telah banyak melakukan berbagai event budaya yang
selama ini sudah jarang dilakukan oleh masyarakat Aceh. Jadi, kita tidak
hanya dapat mengunjungi situs sejarah, melainkan juga dapat melihat
langsung berbagai atraksi budaya yang sering –lagi-lagi-- di adakan di
Blang Padang dan beberapa situs sejarah yang saling berdekatan.
Contohnya adalah Pagelaran Putroe Phang Art and Music Weekend Show.
Kegiatan rutin ini dilaksanakan setiap akhir pekan dan dimulai dari
pukul 16.15 sampai dengan 18.10 di Taman Putroe Phang. Jaraknya, hanya
15 menit jalan kaki dari LapanganBlang Padang.
Nah, jika ingin berhemat pengeluaran saat melakukan kunjungan ke Kota
Banda Aceh, mulailah dari Blang Padang. Selamat mencoba segala keragaman
yang tersaji di sini.***
.............................................................................................................
“Thanks
to the World”
Bangsa Aceh adalah bangsa yang tidak pernah melupakan jasa siapa pun.
Begitu pula terhadap para tamu yang datang membantu dan memulihkan
kondisi Aceh. Khususnya, paska gempa dan tsunami Aceh pada 2004 silam.
Rasanya, ucapan terimakasih saja terasa tidak cukup. Karena, kehadiran
sekitar 600 Non-Governmental Organizations (NGO) dari 34 negara, tidak
hanya membantu memperbaiki dan membangun kembali Aceh yang telah porak
poranda dalam bentuk materi (seperti bangunan dan fasilitas umum),
melainkan juga terhadap psikologi para korban yang telah kehilangan
keluarga dan harta benda.
Oleh sebab itu, tidaklah berlebihan jika Pemerintah Aceh membangun
prasasti-prasasti ucapan terimakaih tersebut di berbagai sudut Lapangan
Blang Padang, Banda Aceh.
Pada prasati “Thanks to the World” tersebut di tulis dalam tiga bahasa.
Yaitu Bahasa Indonesia, Inggris dan bahasa masing-masing negara.
Kini, Blang Padang tidak hanya menjadi pusat aktivitas berbagai event
besar di Aceh, melainkan juga menjadi salah satu jantung utama Kota
Banda Aceh. Berbagai fasilitas olahraga, seperti Lapanganbasket,
Lapangansepak bola, lintasan lari jarak pendek, telah menjadikan Blang
Padang sebagai taman sejarah, pendidikan, olah raga dan wisata. Sebuah
konsep komplit yang sangat menarik.
Berbagai aktivitas di sini tidak hanya pada sore hari saja, bahkan, pada
pagi hari pun LapanganBlang Padang tetap ramai dengan berbagai
aktivitas. Mulai dari anak-anak sekolah, masyarakat umum yang berolah
raga hingga para pelancong yang hendak melihat lebih dekat prasasti
“Thanks to the World”.
-------------------------------------------------------------------------------------------
Penggalan
Sejarah Blang Padang
Pada masa kerajaan Aceh di pimpin oleh Sultan Iskandar Muda, saat itu,
Lapangan Blang Padang merupakan areal persawahan rakyat. Lalu, Sultan
mengambil alih dengan membeli lokasi persawahan tersebut. Tidak lama,
karena, setelah itu Sultan Iskandar Muda mewakafkannya kepada imam
Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.
Mengapa Blang Padang di wakafkan kepada imam Mesjid Raya Baiturrahman?
Dahulu, Sultan Iskandar Muda melihat jika Imam Masjid Raya tidak di
gaji. Sedangkan satu sisi, seorang imam juga harus memenuhi kebutuhan
keluarganya. Oleh sebab itu, wakaf ini tidak lain untuk di jadikan lahan
sawah atau kebun untuk mencukupi kehidupan imam dan keluarganya. Jadi,
secara histori, tanah ini merupakan tanah musara (wakaf).
Pada tahun 1800-an, petakan-petakan sawah Blang Padang ini ditimbun
sehingga menjadi lapangan. Kemudian oleh Belanda Lapangan ini
dimanfaatkan sebagai lapangan upacara dan berbagai kegiatan lainnya.
Bahkan, pada masa pimpinan Syamaun Gaharu dimana pada saat itu beliau
merupakan seorang panglima daerah militer Aceh (KDMA), sebuah stadion di
bangun di atas lapangan ini. Namun terpaksa dibongkar pada tahun 1891.
Penggalan-penggalan sejarah Blang Padang ini terpapar rapi dalam catatan
K.F.H Van Langen. Sekitar tahun 1888, Van Langen mencatat bagaimana
awal mula sejarah Blang Padang. Catatan-catatan itu pun akhirnya
terangkum dalam sebuah buku yang berjudul;“De Inrichting van het
Atjehsche Staats- bestuur onder het Sultan
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/masrizalbinzairi/meresapi-sejarah-di-blang-padang-banda-aceh_54f778b4a33311db628b45ca
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/masrizalbinzairi/meresapi-sejarah-di-blang-padang-banda-aceh_54f778b4a33311db628b45ca
No comments:
Post a Comment