Pendahuluan
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalwat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam, beserta istri, sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in, dan orang-orang yang sesalu tegar diatas jalan sunnahnya hingga akhir hayat.
Sesungguhnya Islam
memperhatikan persoalan masyarakat sebagaimana memperhatikan persoalan
individu, karena keduanya saling mempengaruhi. Bukankah masyarakat itu
tidak lain sekumpulan individu yang diikat dengan suatu ikatan? Oleh
karenanya kebaikan individu sangat berpengaruh langsung pada kebaikan
masyarakat, yang ia bagaikan batu bata bagi bangunan. Sebuah bangunan
tidak akan baik apabila batu batanya rapuh. Begitu juga sebaliknya,
seorang itu tidak akan baik kecuali jika berada dalam lingkungan
masyarakat yang kondusif bagi perkembangan pribadinya, bagi kemampuannya
beradaptasi secara benar, dan bagi perilaku yang positif.[1]
Pengertian Masyarakat
Hammudah Abdalati mendefinisikan masyarakat sebagai, suatu kelompok yang mencakup/meliputi dua karakter tertentu:
- Kelompok yang didalamnya terdapat individu-individu yang dapat memiliki sebagian besar kegiatan dan berbagai pengalaman yang sangat berguna baginya.
- Kelompok dimana orang yang berada didalamnya terikat oleh tanggung jawab dan oleh identitas bersama[2]. Dan H. Abu Ahmadi dalam bukunya “ilmu sosial dasar” mendefinikan bahwa masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang dengan sendirinya bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh datu sama lain.[3]
Masyarakat Dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an membahas tentang masyarakat dalam beberapa istilah, diantaranya menggunakan istilah ummah, qaum, qabilah, sya’b, qoryah, tha’ifah atau jama’ah. Adapun ayat-ayat yang menyinggung masyarakat sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا
تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ
أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan
janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana
kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak
hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari”.(Q.S. Al-Hujurat: 2).
Dari ayat ini sangat berkaitan sekali
mengenai adab kepada Allah dan Rasul-Nya dengan memuliakannya,
menghormatinya. Maka Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin untuk
mengamalkan konskwensi dari iman, iman kepada Allah dan Rasul-Nya
dengan mengamalkan seluruh perintah-perintah-Nya dan menjauhi seluruh
larangan-Nya.[4]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ
Artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang
lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka”. (Q.S. Al-Hujurat:11).
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا
خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya: “Hai sekalian manusia,
makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.(Q.S. Al-Baqarah: 168).
Seruan Allah kepada seluruh manusia yaitu
“makanlah apa saja yang telah dihalalkan dari makanan sebagaimana yang
telah disampaikan dari lisan Rasul sallallahu alaihi wasallam kepada
kalian, yaitu dari setiap makanan yang bukan bangkai, darah, daging
babi, dan hewan apa saja yang tidak disembelih kepada selain-Nya.[5]
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ
أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara
kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang
beruntung”.(Q.S Ali-Imran: 104)
Abu ja’far berkata: wahai orang-orang
beriman jadilah sebuah jama’ah yang menyeru manusia kepada Islam dan
syari’atnya yang Allah syari’atkan kepada hamba-hamba-Nya, dan melarang
dari kekufuran dan dusta kepada Muhammad serta apa-apa saja yang ia bawa
dari sisi Rabb-Nya.[6]
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman,
tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman,
dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.(Q.S.Ali-Imran: 110)
Dari mujahid berkata: “kalian adalah
sebaik-baik manusia untuk manusia dari beberapa syarat: yaitu menyuruh
kepada kebaikan dan melarang kepada yang mungkar,dan beriman kepada
Allah[7].
Allah ingin agar kepemimpinan ini untuk
kebaikan bukan untuk keburukan dimuka bumi. Oleh sebab itu, umat ini
tidak selayaknya mengambil petunjuk dari umat-umat lain diantara
umat-umat jahiliyyah. Tetapi seharusnya ia selalu memberikan apa yang
dimilikinya kepada umat-umat tersebut, dan hendaknya ia selalu memiliki
apa yang bisa diberikan. Yaitu berupa keyakinan yang benar, konsepsi
yang benar, system yang benar, akhlak yang benar, dan ilmu yang benar.[8]
إنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. ( Q.S. Ar-Ra’d: 11)
Hadist Qudsi, diriwayatkan dari Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, bahwa Allah Azza wajalla
berfirman: “tidaklah suatu desa atau penghuni rumah, yang mereka
membenci dari kemaksiatan yang dengan itu ia menuju kepada ketaatan dan
apa yang kucintai, melainkan aku rubah untuk mereka apa-apa yang mereka
benci dari adzabku kepada apa yang mereka cintai yaitu Rahmat dan
Ridho-Ku”.(hadist gharib)[9]
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا
وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
.” Hai manusia, Sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q.S.Al-Hujurat: 13).
Yaitu berawal dari anak-anak, kemudian
tumbuh besar dan tersebar banyak, dengan berbagai model yang
berbeda-beda, dari kulitnya, rasnya, bentuk wajahnya, dan dengan
berbagai bahasa yang dipakai, terpisah diantara belahan bumi dan tempat
yang disukai. lama-kelamaan hasillah bangsa-bangsa yang lebih besar dan
merata. Dari bangsa tadi terpecah menjadi berbagai suku dalam ukuran
lebih kecil dan terperinci. Dari suku terbagi pula keluarga dalam ukuran
lebih kecil, dan keluarga pun terperinci kepada rumah tangga. Dari yang
seperti berjauhan itu agar saling kenal mengenal dari asal-usulnya.
Namun pada ujung ayat bahwa kemuliaan yang sejati adalah kemuliaan hati
kemuliaan budi pekerti, kemuliaan perangai dan ketaatan kepada Ilahi.[10]
وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ
وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ
سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya “Dan orang-orang yang
beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi
penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat
dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat
oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.( QS. At-Taubah: 71).
ini merupakan sifat dari masyarakat madani yang tercantum beberapa sifat dari ayat di atas.
Ayat di atas menjelaskan sifat-sifat yang
seharusnya disandang oleh orang-orang Mukmin dalam kapasitas mereka
sebagai sebuah masyarakat. Dari enam sifat disebut dalam ayat tersebut,
sifat pertama menggunakan ungkapan khabari berupa jumlah ismiyyah yang mempunyai makna tetap. Lima sifat berikutnya menggunakan ugkapan khabari juga tapi dalam bentuk jumlah fi’liyyah (kata kerja), yaitu ya’muruna (memerintahkan), Yanhauna (melarang), yuqimuna (menegakkan), yu’tuuna (menunaikan), yuthi’uuna (taat).
Penggunaan lima kata kerja ini mempunyai arti bahwa semua pekerjaan itu
terus dilaksanakan dari waktu ke waktu sepanjang hayat manusia, sebagai
proses yang tiada henti.
Dalam Islam, hidup adalah ibadah.
Kehidupan di dunia harus diisi dengan kegiatan yang diniatkan untuk
mengabdi kepada Allah. Dalam Islam kehidupan dunia adalah ladang amal
dan bekerja, bukan alam pembalasan. Sebaliknya, kehidupan akhirat adalah
alam pembalasan bukan ladang untuk bekerja.[11]
Masyarakat Dalam As-Sunnah
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
Artinya: :”seorang muslim yang muslim lainnya selamat dari lisannya dan tangannya”. (HR. Muslim).
Maka dari hadist ini bahwa seorang muslim
harus melaksanakan rukun-rukun Islam dan melaksanakan apa yang telah
diwajibkan oleh Allah Ta’ala, dan menahan tangan dari dzalim kepada manusia serta menahan dari melanggar batas-batasan Allah Ta’ala.
Dari makna ini menunjukkan bahwa umat Islam seluruhnya wajib melakukan
itu. Karena tidak ada kebahagiaan, kemuliaan dan kesuksesan kecuali
dengan agama Islam.[12]
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Artinya: “Barangsiapa melepasakan dari
seorang muslim satu kesusahan dari sebagian kesusahan dunia, niscaya
Allah akan melepasakan kesusahannya dari sebagian kesusahan hari kiamat”
(H.R.Bukhori)
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : (( مَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ
لِيَصْمُتْ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ
فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ
اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ)). رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ
. Artinya: “barang siapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tamunya, dan barang siapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang baik atau
diam”. (H.R. Ahmad dan syaikhoni).
Ini merupakan perbuatan iman, sebagaimana yang telah jelas bahwa amal perbuatan termasuk dari iman.
“fal yaqul khoiron aw liyasmuth”:
perintah untuk berkata baik dan diam dari perkataan yang tidak baik atau
sia-sia. Jadi adakalanya perkataan itu baik sehingga diperintahkan
diucapkan. Dan adakalanya perkataan itu tidak baik dan sia-sia sehingga
diperintahkan untuk diam darinya.
Memuliakan tetangga: dalam riwayat
terdapat larangan menyakiti tetangga karena menyakiti tetangga hukumnya
haram. Sebab menyakiti tanpa alasan yang benar itu diharamkan atas
setiap orang, tetapi dalam hak tetangga perbuatan menyakiti itu lebih
berat keharamannya.
Dijelaskan oleh para ulama bahwa tetangga itu ada 3:
- Tetangga muslim yang memiliki hubungan kerabat, maka dia memiliki 3 hak, yaitu hak tetangga, hak Islam, dan hak kekerabatan
- Tetangga muslim, maka ia memiliki dua hak, yaitu hak tetangga, dan hak Islam
- Tetangga kafir, ia hanya memiliki satu hak, yaitu hak tetangga[13]
“المسلم أخو المسلم لا يظلمه ولا يثلمه ومن كان في حاجة أخيه كان الله في حاجته
Artinya: “Seorang muslim itu saudara
muslim yang lain, tidak boleh menzhaliminya, membiarkannya (tidak
memberikan pertolongan kepadanya) barang siapa yang memenuhi hajat
saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya.”(H.R. Thabrani dari
kaab bin Ajrah).
Kesimpulan
- masyarakat yang baik menurut pandangan Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah selalu patuh terhadap perintah Allah dan menjauhi larangannya.
- syarat menjadi sebaik-baik masyarakat adalah dengan ber amar ma’ruf dan nahi munkar serta beriman kepada Allah Ta’ala
- sebuah masyarakat yang baik selalu menjaga adab-adab sesama tetangga. Tidak mendzalimi, menyakiti, ataupun melantarkannya.
- Masyarakat muslim adalah dimana seorang muslim selamat dari muslim lainnya akan tangan dan mulutnya
- Bukti yang mencerminkan masyarakat muslim adalah dengan saling tolong menolong, dengan memenuhi kebutuhannya, memerintahkan yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar.
- Maslahat/kebaikan masyarakat muslim akan dirasakan oleh orang kafir, yaitu dalam masalah tetangga. Meski dalam aqidah berbeda, namun tetap menghormatinya adalah adab yang harus tetap diamalkan. Dan dalam lingkup yang luas, mereka mendapat perlindungan dari kaum muslimin selama mereka baik kepada ahlul Islam.
No comments:
Post a Comment