Tuesday, May 24, 2016

“Apa yang kalian sembah sepeninggalku?”

“Apa yang kalian sembah sepeninggalku?”“Apa yang kalian sembah sepeninggalku?”
Judul diatas di ambil dari sepotong ayat yang dikatakan oleh seorang Nabi yang bernama Ya’qub. Ketika itu telah datang kepadanya tanda-tanda kematian, maka ia pun bertanya kepada anak-anak-Nya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?”, maka anak-anaknya menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.”
Hal ini tersirat di didalam surat Al-Baqarah ayat 133. Berikut kejelasan ayatnya.
أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
“Adakah kamu hadir ketika Yakub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.”
Demikian perhatiannya seorang ayah yang mengkhawatirkan anak-anaknya nanti atas apa yang akan mereka sembah. Ayahnya tidak mengkhawatirkan pekerjaan, usaha dan hal-hal dunia lainnya yang ada pada anaknya. Tetapi yang sangat ditekankan adalah nasib akherat bagaimana kedepannya.
Hal itu merupakan wasiat agung dari ayah kepada anak-anaknya. Dimana hari ini jarang sekali seorang ayah mewasiatkan anaknya untuk selalu mengingat akherat.
Dalam persaingan dunia yang begitu ketat,  maka akan menciptakan abnaud dunya yang terus bermunculan. Orang tua semakin takut terhadap buah hati mereka akan nasib dunianya kelak. Sehingga potongan ayat diatas bisa akan berubah menjadi “apa yang kamu makan sepeninggalku” atau “makan apa jika aku telah mati nanti”.
Memang kekhawatiran orang tua kepada anaknya adalah lumrah dan fitroh. Namun jika tidak didasari agama yang kuat, maka solusi yang terjadi sebagai langkah selanjutnya akan berbeda. Orang tua yang bodoh agama menyekolahkan anaknya setinggi-tingginya dengan niatan setelah lulus nanti akan banyak lowongan pekerjaan yang memburunya. Agar sepeninggalnya ia bernasib baik seputar dunia dan tidak kelaparan. Semua orentasinya hanya dunia. Seolah kalau berhasil dalam hal dunia, menjadi orang yang sukses segalanya. Bahkan meski ia menyekolahkan keperguruan tinggi yang berbasis islam pun tetap niatnya tak berubah.
berbeda dengan orang tua yang paham agama. Ia berusaha mendidik anaknya paham terhadap akherat. meski ia menyekolahkannya sampai keperguruan tinggi tetapi hal itu bertujuan untuk kepentingan akherat. orang tua seperti ini tidak khawatir masalah nasib dunia anaknya atau makan apa sepeninggalnya jika memang akherat telah didapatkan dan diamalkan. Karena bila akherat telah dikuasai dan teramalkan maka dunia akan datang kepadanya dengan keadaan tunduk. Dan tatkala sudah seperti itu, bukan dia yang mencari dunia, tetapi dunialah yang mencari dan memburunya.
Sebenarnya Allah telah menjamin rizki setiap makhluk dibumi ini tanpa terkecuali. Allah berfirman:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya” (QS.Hud: 6).
Bahkan ketika kita masih di dalam Rahim, rizki telah ditulis bersamaan dengan amalan, ajal, nasib baik atau buruk ketika didunia sebagaimana dalam hadist Rosul. Namun yang patut disayangkan adalah ketika dunia menjadi prioritas utama. Dan hal itu ditanamkan kepada anak-anak mereka. Maka akhirnya melahirkan anak-anak dunia yang menjadi generasi penghambanya. Naudzubillah min dzalik.
dalam firman lainnya menyebutkan,
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS. Al-Qoshash: 77).
Dari ayat ini bisa ditarik sebuah poin:
-mencari perbekalan untuk kebahagiaan di negeri akherat
-tidak melupakan bagian dari nikmat dunia
Maka poin yang pertama adalah wajib mencari akherat. Dan poin yang kedua hanya sekedar mengingatkan agar tidak melupakan dunia sebatas menyambung hidup demi mencari bekal untuk akherat nanti.  adapun jika ada kelebihan harta, itu diinfakkan kepada kaum muslimin atau ia gunakan hal yang bermanfaat untuk mendekatkan kepada akherat. adanya dunia membantu dirinya agar mudah mendapatkan perbekalan untuk perjalanan yang panjang. karena dunia itu sendiri adalah tempat bercocok tanam yang akan dituai nanti di sana.
Contoh yang layak dan wajib ditiru dalam reaksi terhadap dunia dan tidak berlebih-lebihan di dalamnya adalah para sahabat yang senantiasa ada disisi Nabi hingga wafat. mereka menjadikan dunia hanya ada digenggaman. sehingga tatkala dunia ada digenggamannya hilang atau diberikan kepada orang lain, mereka rela dan tidak merasa kehilangan. Tidak difikirkan sampai prustasi, Atau bahkan naudzubillah sampai bunuh diri jika harta bendanya di curi atau tertipu. Dan menjadikan akherat ada dihati mereka. hasilnya segala amalan ibadah di super maksimalkan dalam beramal setelah mendapatkan ilmu dari Rosul.
Dunia bagi mereka seperti bangkai yang tidak ada artinya. Sejarah telah mengabadikan kisah mereka. salah satunya ketika bagaimana mereka berinfak. tidak ada terselip keraguan ketika menyerahkan harta dalam skala besar. Bahkan ada salah satu sahabat yang seluruh hartanya diinfakkan, sedangkan keluarganya diserahkan kepada Allah dan Rosul-Nya.
Begitu juga ada sahabat yang berinfak dengan kafilah dagangnya sebanyak 700 unta berserta muatannya. Ketika kafilah itu masuk ke Madinah terdengar hiruk pikuk. sehingga bertanya Ummul Mukminin. “Suara apakah ini?” maka dijawab, “telah datang kafilah Abdurrahman bin Auf”. Ummul Mukminin berkata, ”Sungguh aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Aku melihat Abdurrahman masuk surga dengan keadaan merangkak’.” Ketika mendengarkan berita tersebut, Abdurrahman mengatakan, ”Aku ingin masuk surga dengan keadaan berdiri. Maka diinfakkanlah semua kafilah dagang tersebut.” Wallahu musta’an
Dibandingkan hari ini untuk infak secara pribadi, tidak ada yang mampu menyamai para sahabat. Lebih-lebih pahala dan keutamaan yang mereka dapatkan.
 Wajar saja begitu mulianya mereka, karena sahabat adalah sebaik-baik generasi pertama yang mendampingi dakwah Rosul hingga tersebar keseluruh jazirah Arab. Tidak ada yang mampu mengungguli sifat dan akhlak mereka. karena mereka adalah manusia yang telah Allah ridhoi sebagai hambanya.
Meski untuk mengejar seperti mereka adalah suatu hal yang mustahil, tetapi minimal, ada usaha untuk beramal seperti apa yang mereka lakukan. Seperti orangtua mereka yang terus melahirkan abnaul akhiroh (anak-anak pecinta akherat).
Tidak ada jalan pasti kecuali dengan thalabul ilmi yang akan mampu menghilangkan kebodohan orang tua terhadap agama. Kalau memang orang tua tetap bodoh dengan agamanya, maka anaknyalah yang harus sadar dan melek kepada agamanya sendiri yang kemudian membenahi diri. Meski orang tua telah menyekolahkan keberbagai sekolah ataupun keperguruan tinggi yang tak ada sangkut pautnya masalah akherat, tetap tak menutup kemungkinan dapat belajar islam diberbagai majelis ilmu. Yang dibutuhkan hanyalah kesadaran akan agamanya dan bersungguh-sungguh mencari ilmu-Nya.
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 69).
karena orangtua tidak bisa merubah persepsinya “makan apa setelah sepeninggalku nanti”, maka anaknya lah yang akan merubah persepsi orang tua tersebut dengan bertahap tanpa meniadakan birrul walidain kepada mereka. Bukan hal yang mudah agar persepsi orang tua berubah kepada fitrohnya. Butuh usaha dan kesungguhan. Namun hasil yang didapat tidak akan pernah sia-sia. Akan dirasakan sampai ketika pindah alam. Bahkan didunia pun akan merasakan atas apa yang telah ia lakukan kepada orang tuanya, sebagai bentuk hadiah sebelum diakherat mendapat pahala yang lebih besar.
Wallahu a’lam

No comments:

Post a Comment