BAB I
PENDAHULUAN
1.1. PENGERTIAN TENTANG IRIGASI
Sejak
ratusan tahun lalu atau bahkan ribuan tahun yang lalu , Kurnia ( 1996 )
menyatakan bahwa petani jawa barat telah mengenal jaringan irigasi
sejak abad ke – 5 dan di jawa timur pada abad ke – 8.
Indonesia yang memiliki iklim tropis atau yang terletak di iklim tropis
basah dengan curah hujan yang tinggi pada beberapa bulan musim penghujan
dan bulan – bulan kering pada kenyataannya masih sangat membutuhkan
adanya sistem irigasi.
Apabila disebutkan sistem irigasi maka orang cenderung hanya membayangkan suatu bangunan fisik bendung,
dam ataupun saluran yang membawa air untuk mengairi padi atau sawah.
Orang sering lupa bahwa bangunan tersebut dapat beroperasi dengan baik
dan benar maka diperlukan juga Operasi dan Pemeliharaan yang baik dan
benar.
Menurut
peraturan pemerintah No. 23 / 1998 tentang irigasi, bahwa Irigasi ialah
usaha untuk penyedian dan pengaturan air untuk menunjang pertanian.
Menurut PP No. 22 / 1998 irigasi juga termasuk dalam pengertian Drainase
yaitu : mengatur air terlebih dari media tumbuh tanaman atau petak agar
tidak mengganggu pertumbuhan maupun produksi tanaman.
Sedangkan Small dan Svendsen ( menyebutkan bahwa irigasi ialah :
tindakan intervasi manusia untuk mengubah aliran air dari sumbernya
menurut ruang dan waktu serta mengolah sebagian atau seluruh jumlah
tersebut menaikkan produksi pertanian.
Kata
sistem berasal dari bahasa Yunani yang berarti “ SET “ atau kumpulan
yang sekarang dipakai untuk kesatuan “ SET “ sesuai dengan kegunaannya (
Dulla – Navarette, 1992 ), misalnya sistem sungai, sistem matahari dan
lain – lain.
Dengan
mengacu pada takrif bahawa sistem irigasi merupakan : suatu set dari
elemen – elemen fisik dan sosial yang dipergunakan untuk mendapatkan air
dari suatu sumber terkonsentrasi alami ( seperti :
saluran alami , cekungan, saluran drainase atau akulifer. yang dimaksud
dengan operasi dan pemeliharaan adalah kegiatan untuk melakukan operasi
pada alat – alat pendukung bangunan irigasi seperti pintu – pintu
pengatur saluran air irigasi sedangkan pemeliharaan adalah memelihara
saluran dan sekitar saluran termasuk bangunan utama irigasi agar dapat
berjalan dengan lancar. Karna tanpa adanya O dan P dipastikan jaringan
tersebut tidak akan bertahan lama.
1.2. IRIGASI SEBAGAI SUATU SISTEM
Huppert
dan Walker ( 1989 ) menyatakan sebenanya sistem irigasi merupakan
sistem sosio – teknis. Sistem sosio teknis mempunyai cirri kenampakan (
attributes ) sebagai berikut :
1. Adanya interelasi yang sangat erat antara struktur sosial dan kenyataan teknologis.
- Bersifat terbuka dan berinteraksi timbal balik dengan lingkungannya.
- Berwawasan pencapaian tujuan dan ditentukan oleh kelompok yang berkepentingan dengan harapan memperoleh hasil produksi barang ( Biomassa ) dan jasa pelayanan.
Sistem sosio – teknis menekankan pada proses konversi dimana memasukkan di import dari sistem lingkungan ditranformasikan dalam
suatu proses konversi dan di eksport ke sistem lingkungan sebagai
keluaran. Lingkungan suatu sistem irigasi berupa lingkungan fisik dan
ekologi. Didalam sistem irigasi yang kompleks akan terjadi transformasi :
i. Teknis berupa penyedian, pembagian air sapai air kemintakat perakaran tanaman.
ii. Transformasi kemanusian ( dapat berupa pola piker pelaku irigasi secara terlatih )
iii. Financial ( dalam bentuk investasi ) dan
iv. Informasi ( Puposutarjo, 1995 )
1.3. MANAJEMEN IRIGASI
Dari pengertian – pengertian diatas maka dalam hal ini manajemen diartikan sebagai peningkatan atau perbaikan kinerja ( perfomence ) suatu sistem produksi dengan
obyektif afesiensi ( Pengaturan berbagai masukan untuk menghasilkan
lebih banyak iuran yang diinginkan ) ( Nobe dan Sampath ) , 1986 ; Reddy
‘ 1986 ). Menurut Pusposutarjo ( 1995 ), konsep menajemen seperti
disebutkan diatas berbasis pada pangkal piker ( premise ), bahwa ( i ) sistem produksi kinerjanya masih dapat ditingkatkan dan
( ii ) masyarakat sebagai sistem sosio – kultural menginginkan danya
perbaikan kinerja. Bila batasan arti konsep manajemen irigasi maka : ( i
) irigasi merupakan sustu sistem ; ( ii ) manajemen merupakan : “
Proses dimana air dimanipulasikan ( dikendalikan dalam produksi pangan
dan serat – seratan). Manajemen air irigasi merupaka cara pendayagunaan
keterampilan – ketermpilan fisik, biologis, khemis dan sumberdaya sosial
untuk menyediakan air guna memperbaiki produksi pangan dan serat – seratan. ( Lowdermilk dalam Reddy, 1984 ).
BAB II
SISTEM JARINGAN IRIGASI, SALURAN PEMBAWA,
PEMBUANG DAN STRUKTUR ORGANISASI
II . SISTEM JARINGAN IRIGASI
2.1. Unsur dan Tingkatan Sistem Jaringan Irigasi
Suatu jaringan irigasi sebetulnya mempunyai empat macam fungsi pokok yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Mengambil air dari sumbernya, biasanya berasal dari mata air, danau atau akuifer
2. Membawa air dari bangunan pengambilan kepetak – petak ( tersier )
3. Membagikan air di dalam petek – petek ke petek – petek sawah
4. Mengalirkan kelebihan air kesaluaran pemutus, yang biasanya dipakai saluran alam atau sungai.
Berdasarkan
cara pengaturan, pengukuran aliran air dan lengkapnya fasilitas yang
dimiliki, sistem jaringan dapat dipilahkan menjadi tiga macam, yaitu ;
a. Sistem irigasi sederhana
b. Sistem irigasi semi teknis
c. Sistem irigasi teknis
Ciri – ciri ketiga sistem irigasi tersebut adalah sebagai berikut :
2.1.1. Sistem Jaringan Irigasi Sederhana
Sistem jaringan irigasi digolongkan ke dalam irigasi sederhana karena, fasilitas (
bangunan ) yang ada tidak permanen dan fungsinya masih sangat sederhana
sekali. Apabila sistem irigasi tersebut mengambil dari air sungai
baisanya bangunan terserbut terbuat dari tumpukan batu dan batang kayu
maka membutuhkan perhatian yang sangat tinggi untuk menjaga
kelanjutannya.
Karenanya
kasederhanaannya sistem irigasi ini dapat dikelola oleh sekelompok
masyarakat tanpa peranan pemerintah. Didalam kinerja pengolaannya tidak
efisien karena keterbatasan alat ( fasilitas ) maupun tempat ( daerah )
yang terletak didesa.
2.1.2 . Sistem Irigasi Semi Teknis
Sistem
irigasi semi teknis ini sudah lebih maju karna fasilitasnya sudah
lengkap serta bangunanya juga permanen kan tetapi sistem jaringan
pembagian airnya masih serupa dengan sistem irigasi sederhana. Dalam
sistem irigasi semi teknis ini pemerintah sudah terlibat dalam
pengelolaannya, seperti dalam melakukan operasi juga pemeliharan
bangunannya.
2.1.3. Sistem Irigasi Teknis
Dalam sistem jaringan irigasi teknis
ini bangunannya sudah dibuat lebih lengkap agar dapat memenuhi keempat
fungsinya. Salah satu prinsip sistem irigasi teknis adalah pemisahan
sistem jaringan pembawa dan sistem jaringan pemutus. Sistem jaringan
irigasi teknis ini disebut juga manajemen gabungan antara pemerintah dan
petani. Karena pemerintah bartanggung jawab didalam sistem jaringan
utama dimulai dari bangunan pengambilan sampai dengan saluran tersier
sepanjang 50m di hilir bangunan sadap tersier, sedangkan petani
bertanggung jawab atas sistem jaringan di dalam petak tersier.
2.2. Komponen Sistem Jaringan Irigasi
Agar sistem jaringan irigasi dapat memenuhi fungsinya, maka harus ada komponen utama yang terdiri dari :
a. Bangunan Utama ( Headwork )
b. Jaringan Pembawa
c. Petek – petak Tersier
d. Saluran Pemutus
Agar
dapat menjamin keberhasilan dan mendapat kinerja yang lebih baik maka
komponen utama tersebut di lengkapi dengan bangunan pelengkap. Fungsi
dan ciri keempat komponen utama tersebut sebagai berikut :
2.2.1. Bangunan Utama ( Headwork )
Bangunan utama merupakan
suatu komplek bangunan yang direncanakan sepanjang aliran sungai atau
aliran air untuk dialirkan kedalam jaringan aliran agar dapat
dimanfaatkan untuk keperluan irigasi serta dapat
mengurangi kandungan sendimen yang berlebihan juga dapat mengukur banyak
air yang masuk. Bangunan utama terdiri atas :
a. Bangunan pengelak banjir dengan peredam energi
b. Bangunan pengambilan utama
c. Pintu bilas
d. Kolam elak
e. Kantung lumpur ( jika diperlukan )
f. Tanggul banjir
g. Bangunan pelengkap ( apabila diperlukan )
Tidak
semua bangunan utama mempunyai komponen yang dapat memfasilitasi
pengukuran debit maupun pengurangan laju sedimen yang masuk kesaluran
utama karena tergantung pada tipe sistem jaringan irigasi yang ditinjau.
Sesuai dengan fungsinya maka terdapat beberapa macam bangunan utama, yaitu :
a. Bendung tetap ( Weir )
b. Bendung gerak ( Barrage )
Fungsi
bendung tetap dan gerak sama karena untuk meninggikan permukaan air
sungai agar dapat dialirkan ke dalam aliran irigasi. Apabila tubuh
bendung tersebut suatu bangunan dengan konstruksinya tetap maka bendung
tersebut bendung tetap. Tetapi apabila tubuh bendung terdirir atas
beberapa pintu yang dapat dibuka dan ditutup untuk mengatur tinggi muka air dihulu bendung, bendung tersebut disebut bendung gerak.
Apabila
kharestaristik sungai memungkinkan maka sistem sungai tersebut dapat
dibangun suatu waduk ( dam, strorage ). Waduk merupakan bangunan yang
berguna untuk untuk menampung air irigasi pada saat kelebihan ( surplus )
air sungai agar dapat dimanfaatkan kalau terjadi kekurangan air pada
musim kemarau. Waduk juga memiliki banyak fungsi sebagai pengatur aliran
air sungai, pembangkit tenaga listrik, pengendalian banjir, perikanan,
pariwisata, olahraga dan lain – lain. Sebagai contoh waduk yang terkenal
adalah waduk jatiluhur.
2.2.2. Jaringan Pembawa
Sesuai
dengan fungsinya sebagai pembawa air dari bangunan utama kepetak –
petak tersier, biasanya dilengkapi dengan bangunan – bangunan air yang
dibangun sesuai dengan kebutuhannya baik memenuhi persyaratan
operasional, perawatan, maupun teknik keamanan bangunan serta dapat pula
berfungsi sosial. Bangunan tesebut dapat berbentuk bangunan pengukur
dan pengatur, bangunan bagi, jaringan primer dan dibangunan sadap
sekunder maupun tersier pada alat pengukur dilengkapi dengan pengatur
muka air biasanya alat ini berbentuk pintu sorong.
2.2.3. Petak Tersier
Petak
tersier mempunyai fungsi penting dalam pengelolaan sistem irigasi
teknik. Berfungsi menerima air irigasi dari suatu jaringan utama melalui
suatu bangunan sadap tersier yang dilengkapi bangunan pengatur dan
pengukur debit aliran. Luas petak tersier berkisar antara 50 – 100 Ha.
Tetapi kadang – kadang dapat mencapai 150 Ha. Petak tersier dapat dibagi
lagi menjadi petak kuarter dengan luas 8 – 15 Ha.
2.2.4. Saluran Pemutus
Berfungsi sebagai saluran pembuang kelebihan air di petak tersier. Biasanya saluran ini berbentuk saluran terbuka terletak sejajar petak tersier.
2.3. Perancangan dan Perencanaan Sistem Irigasi
Indonesia
yang terletak di wilayah iklim tropis basah dengan sifat klimatik yang
khas yaitu curah hujan yang tinggi dengan beberapa bulan yang kering
juga mempunyai kharakteristik flora yang khas pula. Padi sebagai salah
satu tanaman pokok yang toloren terhadap kharakteristik wilayah tropis
basah tersebut. Sifat klimatik tropis basah yang khas pula menyebabkan
timbulnya beberapa hari tanpa hujan. Oleh sebab itu agar tanaman tetap
dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal tanpa kekurangan air masih
dibutuhkan tambahan atau suplesi air irigasi.
Adanya
curah hujan yang tinggi dengan kharakteristik hidrogeologi yang khas
pula telah menyebabkan Indonesia mepunyai banyak sungai. Dari air sungai
inilah air irigasi diambil dan diupayakan guna mengairi daerah irigasi
yang direncanakan. Karena adanya masalah sungai, seperti banjir, konflik
antara pemakai air dan kebutuhan tenaga listrik yang makin lama makin
membesar sehingga membutuhkan cadangan yang besar maka dibangunlah
bendungan ( Dam ).
Sistem
irigasi juga dirancang untuk pemberian air irigasi terhadap waktu atau
sistem, aliran lunak ( unsteady Flow ), artinya debit air irigasi
diberikan secara tetap untuk waktu tertentu.
2.3.1. Proses Perencanaan
Pada akhir abad ke – 19 pemerintah kolonial Belanda secara besar – besaran membangun
sistem irigasi dengan tujuan utama untuk mengairi perkebunan tebu dan
tembakau. Pada pembangunan tersebut dipakailah metode – metode
perencanaan secara modern dengan mengutamakan kaidah – kaidah manajemen
modern dengan tolak ukur wilayah, hidrolika, ilmu kalimat, agronomi dan
ekonomi untuk menentukan kelayakan teknik dan ekonomis.
Kaidah
ono meskipun dipakai untuk merencanakan dan merehabilitasi sistem
irigasi di Indonesia meskipun tujuan utama pembangunan irigasi
dikembalikan lagi sebagai rice based irrigation system. Pada tahun 1986 Direktorat Jendral pengairan telah mengeluarkan buku baku perencanaan irigasi.
Dalam buku perencanaan tersebut terdapat tujuh tahapan kegiatan pproyek pembangunan yang tahapannya disingkat dengan akronim SIDLACOM, kependekan dari : Survey (
Pengukuran ), Investigation ( Penyelidikan ), Design ( Perencanaan
Teknik ), Land Acquistion ( Pembebasan Tanah ), Construktion (
Konstruksi / Pelaksanaan ), Operation ( Ekspolitasi ), Maitenance ( Pemeliharaan ).
Ketujuh
tahapan pekerjaan tersebut proses SID merupakan proses perencanaan.
Tahap SID dilakukan dengan dua tahapan yaitu, Tahap studi dan Tahap
perencanaan teknis.
2.3.2. Perencanaan Pembangunan Irigasi Dalam Paradigma
Pembangunan Yang Baru
Pembangunan
irigasi ini hanya ditujukan untuk memenuhi kelayakan teknis dan
ekonomis. Tetapi pada dekade 90-an telah berkembang pembangunan baru
yang berorientasi pada pembangunan kemanusian. Dimana manusia
ditempatkan sebagai subyek dalam pembangunan itu sendiri, melindungi
peluang kesempatan hidup bagi generasi mendatang seperti halnya generasi
saat ini dan menghargai sistem alami dimana semua kehidupan tergantung
kepadanya.
Paradigma baru dalam pembangunan irigasi yang kemanusiaan secara lebih rinci ini adalah :
1. Pembangunan
irigasi harus memberikan kesempatan kepada semua individu untuk
mengembangkan kemampuan kemanusiaannya secara penuh dan memanfaatkan
kemampuannya disegala bidang.
No comments:
Post a Comment