Tuesday, May 17, 2016

5 Penyebab dikatakan “Aceh Pungo”

'' Aceh Pungo'' Hahahahaha :)

Budayanya; segala siklus hidup, dari kelahiran hingga kematian, identik dengan seremonial. Kenduri sepanjang tahun. Banyak sekali hal yang fenomenal. Terlepas dari itu semua, salah satu jargon yang tak asing kita dengar, bisa dikatakan konotasinya positif meskipun denotasinya negatif. Itu ialah gelar Aceh Pungo (Gekke Atjehsche: Belanda). Hingga kini, jargon itu tidak pernah lekang dari  bangsa Aceh.

www.kompasiana.com

Saya mencoba menelaah,  sepertinya, ada 5 hal yang menyebabkan Aceh hingga saat ini dikenal seperti itu, setidaknya ini hanyalah gambaran singkat, dari sudut pandang saya. Bisa jadi setiap orang berpikir berbeda.
  1. Gila dalam Perang
Bukan dalam artian warga Aceh suka onar. Tidak begitu. Justru sebaliknya. Bangsa Aceh cinta damai. Semula, julukan ini merunjuk pada serangkaian aksi nekat dan frontal pejuang Aceh terhadap Belanda. Tercatat 120 kasus serangan terjadi dalam kurun waktu antara 1910 hingga 1937, dan menjadi catatan penting dalam sejarah perang Aceh melawan Belanda. Serangan secara personal maupun kelompok. Bangsa Aceh tidak takut mati. Karena perang adalah perjuangan meraih surga. Hidup mulia dengan merdeka atau mati syahid.
  1. Gila Harta
Saya tidak bisa memastikan, semua orang sepakat dengan hal ini atau tidak. Tuduhan gila harta dikaitkan dengan tingginya mahar gadis Aceh. Nyaris menduduki posisi kedua setelah gadis Bugis. Di Aceh, mahar diberikan tidak dalam bentuk uang, melainkan emas. Dikenal dengan satuan Mayam. Satu Mayam seberat 3,33 gram, pada umumnya, nilai yang paling standar  berkisar 10-15 Mayam, ditambah lagi seserahan saat hantaran. Bahkan, sebagian wilayah juga mengenakan adat “uang hangus”. Yaitu, biaya perhelatan pesta yang harus ditanggung pihak besan; mempelai laki-laki. Ini menunjukkan betapa bangsa aceh memuliakan kedudukan perempuan.

Emas
  1. Gila Gengsi
Orang Aceh, pada umumnya, sangat memilah dan memilih pekerjaan. Meski ini bukan keadaan mutlak, namun jumlah yang dominan cukup menjadi landasan atas konklusi ini. Banyak kita lihat sarjana yang menjadi pengangguran, tidak mau kerja serabutan sebab ia seorang lulusan perguruan tinggi. Padahal lahan pertanian yang tidak terkelola selama ini cukup luas di Aceh. Tolak ukur sukses dalam pendidikan adalah saat seseorang menjadi karyawan sebuah instansi, pegawai negeri. Setidaknya pekerjaan yang berkelas. Padahal di Jepang, bahkan para sarjana inilah yang terjun langsung ke lapangan. Saya rasa ini tabi’at yang tidak baik.
  1. Gila Sanjungan
Bangsa Aceh pantang dilecehkan. Sebagai bangsa yang dikenal mewarisi kerajaan nan megah, mewarisi alam yang strategis, nilai sejarah yang memukau, membuat Aceh merasa tak pantas di intimidasi dan dijajah oleh siapa pun. Mengingat kondisi beberapa tahun silam, tentang konflik Aceh. Ini bermula sebab bangsa Aceh merasa mereka dizalimi oleh ibukota negara, sebab banyak sumber daya alam yang dikerup  sedangkan fasilitas pembangunan di Aceh diabaikan begitu saja. Aceh merasa sudah banyak membantu, sementara balasannya hanya berupa pengkhianatan. Ibarat kata, susu dibalas dengan tuba. Syukurlah, akhirnya berujung damai dengan persetujuan UU Pemerintahan Aceh, dan Qanun Syari’at islam, sebagai bentuk keistimewaan yang diberikan terhadap Aceh dibandingkan profinsi lainnya.
  1. Gila bila telah cinta.
Di Aceh, kecintaan terhadap agama sangat kental. Ulama sangat dihormati. Perkataan ulama bak mantra mujarab untuk meredam perselisihan dan sengketa. Orang-orang yang mengkaji islam selalu memiliki nilai lebih pada pandangan masyarakat. Kemudian, cinta bangsa, ini sangat terlihat jelas ketika mereka sedang berada di luar Aceh. Siapa pun yang terindentifikasi berasal dari Aceh, itu akan dianggap saudara. Demikian pula dengan bahasa. Sesorang warga asing yang datang, kemudian mampu berbahsa Aceh, meski hanya beberapa kata saja. Itu kesannya seperti langung dianggap selayak keluarga. Orang Aceh rela melakukan apa saja apabila telah cinta. Selayak yang dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda. Membangun miniatur gunung di tengah kota sebagai tempat untuk bermain. Hingga sekarang bukti cintanya abadi; di Taman Gunongan.

Gunongan,

No comments:

Post a Comment