Tuesday, May 17, 2016

ACEH LON SAYANG ACEH LON MALANG

           “ACEH MODAL BANGSA “, begitu kata Bung Karno dalam wejangannya pada rapat samudera di Blang Padang dan Lapangan kota Asan Sigli tanggal 16 Juni 1948 dan di Bireuen ”kota Perjuangan”tanggal 17 juni 1948. Modal untuk meneruskan perjuangan dan cita-cita kemerdekaan yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, berdasarkan pancasila dan UUD 1945. 

             Setelah Bung Karno “menitipkan” Republik Indonesia kepada Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo, Jenderal Mayor Teungku Mohd. Daud Bereueh, maka dikalangan pimpinan militer di daerah ini masa itu, segera menjabarkan instruksi Panglima Besar Jenderal sudirman. Instruksi berisi keputusan untuk melancarkan perang gerilya jangka panjang atau dengan istilah militer yang baku dikenal dengan sebutan “Perlawanan Rakyat Semesta” berdasarkan “Doktrin Perang Wilayah”. Benar saja, ketika Belanda melancarkan agresi militer kedua tanggal 19 Desember 1948, menyerbu dan menduduki ibukota Yogyakarta serta menangkap Seokarno-Hatta, maka Jenderal Sudirman dalam keadaan sakit sekalipun menyatakan sikapnya untuk memimpin perang gerilya bersama rakyat Indonesia. seiring dengan itu, para kepala Staf Angkatan hijrah ke Aceh untuk mengarahkan mobilisasi mesin perang gerilya yang telah dipersiapkan sebelumnya sesuai kesepakatan yang telah ditetapkan untuk melaksanakan perlawanan rakyat semesta berdasarkan Doktrin perang wilayah.
            Dr. Van Mook membuat perhitungan yang ambisius sekitar seminggu atau sepuluh hari setelah agresi militer kedua, RI bisa ditumpas setidaknya dibuat tidak berkutik. Sehingga dalam perundingan yang telah diprogramkannya tanggal 1 Januari 1949, RI dapat didikte dalam pembentukan Uni Indonesia-Belanda yang dikepalai dengan anggota Indonesia dan BFO (Negara-negara federal yang dibentuk Belanda di wilayah RI). Ternyata lamunan Dr. Van Mook sirna dan lenyap bersamaan dengan kegagalan yang menimpa dan dibebastugaskan oleh pemerintah Belanda Den Haag.
            Ketika situasi sedang kacau dan krisis inilah Aceh tampil berperan dan mengambil alih pimpinan untuk menggoyah satu persatu negera federal yang dibentuk Belanda. Perlawanan ini dilakukan secara terpadu dari luar dan dalam bersama-sama dengan kaum republik yang ada di daerah penduduk itu sendiri. Dengan semangat 45 Rakyat Aceh melakukan perlawanan untuk mengusir dan membebaskan tanah air dari penjajahan Belanda. Bung karno menantang Rakyat Aceh menyediakan sebuah pesawat terbang untuk menerobos blokade udara Belanda yang menghimpit dan mencekik leher Republik Indonesia pada saat itu dan bahaya yang sangat besar mengancam rakyat sehingga perlu segera ditanggulangi. Terobosan ini dinilai oleh Bung Karno sebagai satu-satunya cara yang paling efektif dan mendesak.
            Ternyata respons Rakyat Aceh atas tantangan Bung Karno ini cukup meyakinkan dan mengharukannya. Pada saat itu pula Bung Karno merasa perlu adanya sebuah Pesawat kenegaraan untuk melancarkan proses pemerintahan dan hubungan dengan luar negeri. Oleh karena itu rakyat Aceh dalam situasi sulit dan pancaroba pada saat itu mampu menyerahkan uang dan harta bendanya untuk membeli dua buah pesawat terbang yang kemudian diberi nama oleh Bung Karno sendiri dengan “Seulawah RI-001” dan “Seulawah RI-002”. Kedua pesawat ini kemudian dioperasikan di luar negeri, yang satu mondar-mandir dengan tujuan Indonesia- luar negeri  dan yang satunya lagi dikaryakan di Birma (Myanmar_sekarang).
            Tidak dapat disangsikan betapa besar andil dan peran aktif Aceh terhadap kemerdekaan Indonesia.Ulamanya dengan penuh kharismatik menyerukan agar rakyat bersama-sama bahu-membahu menghadang Belanda yang hendak menjajah kembali.Aceh berhasil memukul mundur Belanda dengan semangat yang menggebu dan membuat Negara kincir angin itu terheran akan tingkah polah orang Aceh yang begitu berani berperang hanya menggunakan bambu yang diselipkan di baju mereka.Aceh gila(Aceh pungo) begitu kata Belanda.
            Keberhasilan rakyat Aceh dalam menghadapi musuh-musuh bukan terletak pada kelengkapan persenjataan dan bukan pula karena kecintaanya pada kehidupan duniawi tetapi ada satu rahasia yang mampu memberikan kekuatan kepada rakyat Aceh yaitu Islam. Islam bagi rakyat Aceh adalah sebuah keyakinan yang mengkristal dan mendarah daging dalam tubuh mereka. Rakyat Aceh sangat paham bahwa tiada hal yang patut dibanggakan di dunia ini selain menjadi muslim yang taat. Islam adalah harga diri yang tidak dapat di tukar dengan apa pun selama hayat masih dikandung badan.maka tidak heran banyak ulama yang lahir di Seuramoe Mekah (Serambi Mekah) ini menantang habis-habisan budaya dan adat-istiadat dari luar yang bertentangan dengan ajaran islam.
Aceh  merupakan negeri Islam terbesar di dunia,dimana kerajaan Aceh Darussalam mencapai masa kegemilangan pernah mengirimkan satu armada kecil yang terdiri dari tiga kapal menuju Istanbul,mereka tiba disana(istanbul) setelah berlayar selama dua setengah tahun  Adat-istiadat dan budayanya tidak terlepas dari syariat islam. Aceh juga negeri islam terkuat di nusantara dan merupakan pusat penyebaran agama Islam keseluruh nusantara, sebab itu, Aceh dijuluki sebagai Aceh serambi mekah.
            Bung Karno pernah berjanji akan mendukung penerapan syariat Islam diseluruh wilayah Aceh.Namun tidak lama kemudian di khianatinya sendiri.Seukarno mengucapkan janji tersebut pada tahun 1948,setahun kemudian Aceh dijadikan satu provinsi dari Republik Indonesia,belum kering bibir Seukarno mengucap janji tersebut,pada tahun 1951 Provinsi Aceh dibubarkan dan disatukan dengan Sumatra Utara.jelas,ini menambah sakit hati rakyat Aceh.Pengkhianatan Soekarno terhadap Aceh merupakan awal dari rentetan pengkhianatan yang dilakukan Negara terhadap Aceh dan rakyatnya. Kenyataan ini dianggap rakyat Aceh sebagai kesalahan yang fatal dan tidak bisa dimaafkan.
            Aceh porak-poranda setelah berperang cukup lama dengan Belanda yang kemudian dilanjutkan dengan Jepang,lalu mengurus dan menghibahkan seluruh kekayaan demi mempertahankan keberadaan Republik Indonesia tanpa pamrih.pemerintah pusat bukannya membangun dan menata kembali malah oleh pemerintah mengirimkan beribu-ribu tentara untuk membunuh dan melenyapkan Aceh.
            Rezim Orde baru Seuharto,Abdurrahman Wahid,Megawati,semuanya melakukan hal yang sama terhadap Aceh.Setelah tragedy tsunami menghempas Aceh pada tanggal 24 Desember 2004,barulah pemerintah pusat bersungguh-sungguh untuk menghentikan konflik dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).pasca MoU Helsinki telah dijalankan selama bertahun-tahun,namun sampai detik ini rakyat Aceh masih juga terabaikan dan belum terjamin keamanan dan kekacauan yang terjadi di Aceh.
            Seiring dengan terjadinya berbagai momentum besar dalam konstelasi politik di Aceh dalam bentuk tantangan yang diantaranya berasal dari dalam daerah dan sebagian berasal dari luar daerah,kita dapat menemukan bukti bahwa hal-hal yang melahirkan tantangan politik di dalam daerah menjadi pemicu utama bagi munculnya tantangan dari luar daerah ke dalam daerah Aceh.Masalah dan tantangan sosial politik yang secara langsung menjadi ancaman bagi sendi-sendi dan dasar revolusi Islam di Aceh.
Pengkhianat demi pengkhianat terus saja terjadi di Aceh,masyarakat sudah tidak percaya lagi akan partai-partai politik yang pada awalnya semuanya manis namun setelah menjadi pemimpin,mereka sudah melupakan rakyat,yang seharusnya diutamakan untuk  Rangkaian masalah dan tantangan yang muncul ini biasanya berputar pada sekitar isu globalisasi yang muncul sebagai beban berat bagi prinsip-prinsip dan sendi-sendi keislaman.seperti misalnya,masalah jilbab bagi perempuan yang menjadi masalah dan tantangan yang dihadapi masyarakat,apalagi dengan masuknya ide pemikiran bebas dari luar,ditambah lagi dengan kebijakan pemerintah belum mampu menjadikan pemerintahan ini sebagai pemerintahan religious dan demokrasi untuk melayani rakyat.
Badai dari luar datang bersamaan dengan pilkada yang akan di gelar serentak di Aceh. Banyaknya provokator yang menjelma menjadi serigala-serigala yang mengancam di setiap tempat. Pimpinan serigala merupakan bos para provokator yang senantiasa menunggu kesempatan untuk dapat menerkam pimpinan-pimpinan yang lain demi nafsu mendapatkan tampuk kekuasaan. Setelah tampuk kekuasaan sudah dalam genggaman, para serigala ini menari-nari di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan tarian “Hukum Nasional”.
            Ketika menyaksikan kejadian-kejadian yang sering terjadi bahkan setiap hari, lama kelamaan Aceh tenggelam dengan sendirinya, dalam mencapai visi dan misi roda pemerintahan dijalankan semakin jauh dengan nilai-nilai agama dan apa yang telah diperjuangkan oleh pahlawan terdahulu seakan menjadi sia-sia.
            Di zaman seperti sekarang ini, kapak haruslah selalu siap. Namun, kapak tidak berguna jika tidak ada tangan yang menggerakkan. Tak ada jihad untuk membela kebenaran dan mempertahankan hak tanpa adanya pasukan. Oleh karena itu kita harus bersatu dan berpangku tangan demi mencegah tindakan yang dapat merusak perdamaian di Aceh yang dapat merugikan rakyat serta mengutuk segala aksi kekerasan yang dilakukan oleh provokator yang sedang terjadi baru-baru ini.
            Kita semua tau dan sangat menyadarinya, atas nama liberalisme dan keterbukaan,ada beberapa orang yang secara sporadic berusaha “mengubah warna susu menjadi hitam “ dengan mencampuradukkan konsep-konsep, corak dan krisis politik, agama dan budaya, dengan demikian kita harus selalu waspada terhadap skenerio yang dibuat oleh orang-orang yang berkepentingan untuk menghancurkan daerah modal ini dengan cara dilemahkannya akhlak dan iman. Seperti pendangkalan akidah yang banyak terjadi sekarang ini juga disebabkan oleh iman yang tidak kuat dan kemiskinan yang mendera rakyat kita
       Maka giliran berikutnya adalah generasi kita putra-putri aceh sebagai penerus untuk membela dan mengisi wadah aceh dalam hidup ini, ada ungkapan indah dari seorang sosialis yaitu ”kita harus mencari bara api dari sejarah masa lalu dan jangan pernah puas dengan abu masa lalu”. Sejarah Aceh dahulu adalah sejarah perlawanan yang penuh keberhasilan maka dengan itu kita tanamkan dalam diri kita “barang siapa yang tak pernah menciptakan keberhasilan, maka ia tak berhak bicara”.

No comments:

Post a Comment