Makna dan Sejarah Rencong Aceh
Meski tidak ditemukan catatan sejarah yang mengisahkan asal usul
Rencong, namun asal mula Rencong terekam dalam sebuah legenda Aceh.
Dalam sebuah cerita rakyat dikisahkan, zaman dahulu di daratan Aceh
hidup seekor burung raksasa sejenis Rajawali, orang Aceh menyebutnya
“Geureuda”. Keberadaan burung raksasa tersebut sangat menggangu
kehidupan rakyat. semua jenis tanaman, buah-buahan dan ternak rakyat
dilahapnya.
Semua jenis perangkap dan senjata yag digunakan untuk membunuhnya tidak
mapan, malah makin lama “Geureuda” tersebut makin beringas melahap
tanaman rakyat, mungkin dari legenda itulah sampai sekarang orang Aceh
menyebutkan “Geureuda” kepada orang – orang yang congok.
Oleh raja yang berkuasa ketika itu, menyuruh seorang pandai besi yang
juga ulama untuk menciptakan sebuah senjata ampuh yang mampu membunuh
Geureuda tersebut. Oleh pandai besi yang mempunyai ilmu maqfirat besi,
setelah melakukan puasa, sembahyang sunat dan berdoa baru menempa besi
pilihan dengan campuran beberapa unsur logam menjadi Rencong.
Menyebut
senjata rakyat Aceh, selain meriam dan senjata api, yang paling
terkenal adalah Rencong. Bahkan, salah satu gelar tanah Aceh disebut
juga sebagai “Tanah Rencong”. Rencong (Reuncong) adalah senjata tradisional dari Aceh. Rencong Aceh memiliki bentuk seperti huruf (L) atau lebih tepat seperti tulisan kaligrafi“Bismillah”. Rencong termasuk dalam kategori dagger atau belati (bukan pisau atau pedang).
Rencong selain simbol kebesaran para bangsawan, merupakan lambang
keberanian para pejuang dan rakyat Aceh di masa perjuangan. Keberadaan
rencong sebagai simbol keberanian dan kepahlawanan masyarakat Aceh
terlihat bahwa hampir setiap pejuang Aceh, membekali dirinya dengan
rencong sebagai alat pertahanan diri. Namun sekarang, setelah tak lagi
lazim digunakan sebagai alat pertahanan diri, rencong berubah fungsi
menjadi barang cinderamata yang dapat ditemukan hampir di semua toko
kerajinan khas Aceh.
Mengenai sejarah timbulnya akal manusia dalam menciptakan senjata reuncong ini dapat ditinjau dari dua segi:
Pertama, sejak
sebelum zaman Islam orang Aceh sudah menggunakan berbagai peralatan
dalam kehidupan sosial budaya masyarakat. Berbagai macam bentuk
alat-alat atau perkakas itu antara lain, alat perang, kampak, pisau dan
sebagainya. Sudah barang tentu dalam penciptaan berbagai macam alat yang
dibutuhkan tersebut mempunyai cara pembuatannya masing-masing, sebagai
tampak pada kampak genggam zaman batu tua (Paleolithikum) menjadi kampak
licin atau diasah dengan baik sehingga tajam, merupakan hasil ciptaan
manusia dalam pembuatan alat-alat pada zaman batu baru (Neolithikum).
Demikian juga terjadi pada alat-alat pemotong seperti parang. Tentu saja
pada mulanya berbentuk kasar, lama kelamaan berbentuk licin dan halus.
Hal ini merupakan tugas dari pandai-pandai besi, yang di Aceh dikenal
dengan nama Pandee Beusou. Pandee
Beusou itu umumnya menciptakan alat-alat pemotong yang praktis untuk
rumah tangga yaitu pisau yang pada mulanya berbentuk kasar kemudian
secara perlahan-lahan mencapai kesempurnaannya.
Kedua, Reuncong
dilihat sebagai senjata perang. Alat-alat ini mula-mula berasal dari
pisau yang digunakan secara praktis kemudian dikembangkan untuk
penggunaannya yang bersifat magis religius setelah dibentuk sedemikian
rupa, sehingga menjadi senjata perang dan biasanya diciptakan oleh
pandee beusou yang ahli. Pandee beusou di samping berkeahlian
menciptakan bentuk yang indah, dia juga harus dapat menciptakan bentuk
yang dapat membahayakan musuh, kalau digunakan untuk menikam.
Sebagaimana tiap naluri manusia menginginkan alat perkakas pribadi,
demikian juga bahwa alat yang seperti rencong diciptakan orang Aceh
sebelum masuk Islam ke Indonesia. Untuk selanjutnya demikian pula bahwa
rencong secara evolusi mencapai kesempurnaannya mulai sejak masuknya
Islam ke Indonesia. Dengan perkataan lain bahwa rencong itu mulai
dikenal sejak berdirinya kerajaan Islam yang bernama Pasee. Sejak pasee
tumbuh dan berkembang dia membutuhkan pola strategi pertahanan yang
kuat. Pola strategi pertahanan tersebut membutuhkan kekuatan anggota
militer yang dibarengi dengan persenjataan dan peralatan perang yang
cukup memadai. Salah satu alat ini adalah rencong dan menurut para ahli
sejarah rencong ini mulai digunakan pertama kali pada saat Sultan Ali
Muqhayat-Syah memerintah kerajaan pada tahun 1514-1528.
Senjata rencong ini menemui bentuk yang sebenarnya pada waktu itu
sebagaimana yang kita kenal sekarang, yang kelihatannya lebih
berorientasi pada kepercayaan Islam sebagai agama yang amat berpengaruh
dalam penghidupan sosial budaya masyarakat Aceh.
Menurut sejarahnya, rencong memiliki tingkatan. Pertama, rencong yang
digunakan oleh raja atau sultan. Rencong ini biasanya terbuat dari
gading (sarung) dan emas murni (bagian belatinya). Kedua,
rencong-rencong yang sarungnya biasa terbuat dari tanduk kerbau atau
kayu, sedangkan belatinya dari kuningan atau besi putih.
Bentuk rencong berbentuk kalimat bismillah, gagangnya yang melekuk
kemudian menebal pada sikunya merupakan aksara Arab “Ba“, bujuran
gagangnya merupaka aksara “Sin“, bentuk lancip yang menurun kebawah pada
pangkal besi dekat dengan gagangnya merupakan aksara “Mim“, lajur besi
dari pangkal gagang hingga dekat ujungnya merupakan aksara “Lam“, ujung
yang meruncing dengan dataran sebelah atas mendatar dan bagian bawah
yang sedikit keatas merupakan aksara “Ha“.
Rangkain dari aksara Ba, Sin, Lam, dan Ha itulah
yang mewujudkan kalimat Bismillah. Jadi pandai besi yang pertama kali
membuat rencong, selain pandai maqrifat besi juga memiliki ilmu
kaligrafi yang tinggi. Oleh karena itu , rencong tidak digunakan untuk
hal-hal kecil yang tidak penting, apalagi untuk berbuat keji, tetapi
rencong hanya digunakan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh
dan berperang dijalan Allah.
Secara umum, ada empat macam rencong yang menjadi senjata andalan masyarakat Aceh.
Rencong Meucugek (Meucungkek),
Disebut meucugek karena pada gagang rencong terdapat suatu bentuk
panahan dan perekat yang dalam istilah Aceh disebut cugek atau meucugek.
Cugek ini diperlukan untuk mudah dipegang dan tidak mudah lepas waktu
menikam ke badan lawan atau musuh.
Rencong Meupucok,
Rencong ini memiliki pucuk di atas gagangnya yang terbuat dari ukiran
logam yang pada umumnya dari emas. Gagang dari rencong meupucok ini
kelihatan agak kecil, yakni pada pegangan bagian bawah. Namun, semakin
ke ujung gagang ini semakin membesar. Jenis rencong semacam ini
digunakan untuk hiasan atau sebagai alat perhiasan. Biasanya, rencong
ini dipakai pada upacara-upacara resmi yang berhubungan dengan masaalah
adat dan kesenian.
Rencong Pudoi,
Rencong jenis ini gagangnya lebih pendek dan berbentuk lurus, tidak
seperti rencong umumnya. Terkesan, rencong ini belum sempurna sehingga
dikatakan pudoi. Istilah pudoi dalam masyarakat Aceh adalah sesuatu yang
diangap masih kekurangan atau masih ada yang belum sempurna.
Rencong Meukuree,
Perbedaan rencong meukuree dengan jenis rencong lain adalah pada
matanya. Mata rencong jenis ini diberi hiasan tertentu seperti gambar
ular, lipan, bunga, dan sebagainya. Gambar-gambar tersebut oleh pandai
besi ditafsirkan dengan beragam macam kelebihan dan keistimewaan.
Rencong yang disimpan lama, pada mulanya akan terbentuk sejenis aritan
atau bentuk yang disebut kuree. Semakin lama atau semakin tua usia
sebuah rencong, semakin banyak pula kuree yang terdapat pada mata
rencong tersebut. Kuree ini dianggap mempunyai kekuatan magis.
Rencong yang ampuh biasanya dibuat dari besi-besi pilihan, yang di padu
dengan logam emas, perak, tembaga, timah dan zat-zat racun yang berbisa
agar bila dalam pertempuran lawan yang dihadapi adalah orang kebal
terhadap besi, orang tersebut akan mampu ditembusi rencong.
Gagang rencong ada yang berbentuk lurus dan ada pula yang melengkung
keatas. Rencong yang gagangnya melengkung ke atas disebut Reuncong
Meucungkek, biasanya gagang tersebut terbuat dari gading dan tanduk
pilihan.
Bentuk meucungkek dimaksud agar tidak terjadinya penghormatan yang
berlebihan sesama manusia, karena kehormatan yang hakiki hanya milik
Allah semata. Maksudnya, bila rencong meucungkek disisipkan dibagian
pinggang atau dibagian pusat, maka orang tersebut tidak bisa menundukkan
kepala atau membongkokkan badannya untuk memberi hormat kepada orang
lain karena perutnya akan tertekan dengan gagang meucungkek tersebut.
Gagang meucungkek itu juga dimaksudkan agar, pada saat-saat genting
dengan mudah dapat ditarik dari sarungnya dan tidak akan mudah lepas
dari genggaman. Satu hal yang membedakan rencong dengan senjata
tradisional lainnya adalah rencong tidak pernah diasah karena hanya
ujungnya yang runcing saja yang digunakan.
No comments:
Post a Comment