Tuesday, June 21, 2016

Pengorbanan seorang ibu untuk anaknya, Terimakasi ibuku sayang atas jasa...

Nangis Nontonnya | Pengorbanan Ibu Terhadap Anak | Kisah Inspirasi Pengg...

KISAH INSPIRATIF VIDEO SEDIH KISAH CINTA YANG TULUS SANGAT MENGHARUKAN...

Janganlah mencari seseorang yg sempurna utk di cintai, tapi belajarlah m...

Kisah Cinta Perdagang Kaki lima

Kisah cinta sahabat kecil

EP 3 - HUGE MUDCRABS Caught BAREHANDED - Catch n Cook - With BUTTER LEMO...

EP 3 - HUGE MUDCRABS Caught BAREHANDED - Catch n Cook - With BUTTER LEMO...

EP 3 - HUGE MUDCRABS Caught BAREHANDED - Catch n Cook - With BUTTER LEMO...

Surah Ar Rahman dan Terjemahan Ilmiahnya








Ayah Ku Tercinta... :'(















Kangen Ortu Di Kampung








SUBHANALLOH!! Inilah Sejarah dan Keistimewaan Malam Nuzulul Quran, 17 Ra...

Sejarah dan Keistimewaan Malam Nuzulul Quran, 17 Ramadhan

Nuzulul Quran, Malam 17 Ramadhan atau Malam Lailatul Qadar?

Seorang sahabat bertanya, “Sebenarnya, Al-Quran itu turun malem lailatul qodar apa tanggal 17 Ramadhan sih? Kan di surat al-qodar, Al-Qur’an turun malem lailatul qodar. Terus kata Nabi SAW kan lailatul qodar tuh ada di sepuluh akhir bulan Ramadhan. Kok orang-orang pada ngadain nuzulul Quran tanggal 17 Ramadhan?.”
Mungkin soal ini juga yang ada di benak para pembaca sekalian. Berikut ini sedikit penjelasan tentang “nuzulul Quran” yang diambil dari beberapa kitab yang menerangkan tentang masalah ini.
Metode Diturunkannya Al-Qur’an (Kaifiyah Inzal)
Pertama: Al-Qur’an Diturunkan Secara Sekaligus
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ
“Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an.” (Al-Baqarah 185)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan.” (Al-Qodr 1)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ
“Sesungguhnya kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam yang diberkahi.” (Ad-dukhon 3)
Dalam 3 ayat di atas, semua menjelaskan tentang turunnya Al-Quran pertama kali, yaitu pada bulan Ramadhan tepatnya malam lailatul qadar; malam kemuliaan. Dan pada surat Ad-Dukhon yang dimaksud malam mubarok ialah malam lailatul qadar pada bulan Ramadhan sebagaimana yang dikatakan oleh kebanyakan ulama tafsir. (lihat tafsir Al-Alusi)
Dalam kitab Al-Burhan Fi ‘Ulumil-Qur’an karangan Syeikh Badruddin Az-Zarkasyi (W. 794 H), beliau mengatakan bahwa dalam hal ini para Ulama berbeda pendapat ke dalam 3 pendapat yang masyhur.
Dan dari tiga pendapat tersebut, yang paling mendekati kepada pendapat yang kuat dan benar ialah pendapat yang banyak dipegang oleh Jumhur Ulama, yaitu:
Bahwa Al Qur’an diturunkan sekaligus ke langit dunia (daarul Izzah) pada malam Lailatul Qodr kemudian diturunkan dengan cara berangsur-angsur sepanjang kehidupan Nabi saw setelah beliau diangkat menjadi Nabi di Mekah dan Madinah sampai wafat beliau.
Banyak para ulama yang mengatakan bahwa pendapat inilah yang paling mendekati kebenaran, berdasarkan suatu riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Hakim dalam mustadroknya dengan sanad yang shahih, dari Ibnu Abbas radhiyallhu ‘anhuma, beliau mengatakan bahwasanya Al-Quran itu turun sekaligus ke langit dunia pada malam lailatul qadr. Kemudian diturunkan berangsur-angsur selama 20 tahun, kemudian ia mambaca ayat,
وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik.” (QS. Al Furqan: 33)
وَقُرْآناً فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلاً
“Dan Al Quran itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al Isra: 106)
Imam An-Nasa’i juga meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: “……dan Al-Qur’an diletakkan di baitil izzah dari langit dunia kemudian Jibril turun dengan membawanya kepada Muhammad SAW.”
Kedua: Al-Qur’an Diturunkan Secara Berangsuran
Setelah diturunkan secara lengkap (keseluruhan) dari Lauh Mahfudz ke langit Dunia (Baitul-Izzah), Al-Qur’an turun secara berangsuran selama 23 tahun (ini menurut pendapat yang kuat); 13 tahun di Mekah dan 10 tahun di Madinah. Dan turunnya Al-Qur’an secara berangsuran telah dijelaskan dalam firman Allah SWT,
وَقُرْآناً فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلاً
“Dan Al Quran itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al Isra: 106)


Dan inilah salah satu keistimewaan Al-Qur’an, bahwa kitab suci umat Nabi Muhammad ini turun secara berangsuran setelah sebelumnya diturunkan secara lengkap/sekaligus.
Ini berbeda dengan kitab-kitab samawi lainnya yang diturunkan secara sekaligus, yaitu Injil, Taurat dan Zabur, tanpa ada angsurannya. Allah SWT berfirman:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيل وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. (QS. Al-Furqan: 32-33)
Dan ayat pertama yang turun menurut kebanyakan ulama ialah surat Al-Alaq (dan ini adalah pendapat yang kuat), atau biasa kita sebut dengan surat Iqra’ ayat 1-5. Ini berdasarkan riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Shahih keduanya dari ‘Aisyah radiyallahu ‘anha Istri Rasul SAW.
Kapan Ayat Pertama Turun?
Adapun “kapan” surat Iqra’ itu diturunkan, ulama dan ahli sejarah berbeda pendapat tentang ini. Ada yang mengatakan bulan Rabiul Awwal, ada juga yang mengatakan bulan Ramadhan, dan ada juga yang mengatakan bulan Rajab.
Namun pendapat yang kuat ialah bulan Ramadhan sesuai firman Allah SWT: “bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an.” (Al-Baqarah 185).
Dan kebanyakan ulama juga sepakat bahwa surat Iqra’ adalah wahyu yang pertama turun, juga sebagai pengangkatan Nabi Muhammad SAW menjadi Nabi. Dan ini terjadi pada hari senin, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Abu Qotadah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi SAW pernah ditanya tentang puasa hari senin, kemudian beliau menjawab: “itu adalah hari di mana aku dilahirkan dan diturunkan kepadaku wahyu.”
Kemudian Ulama kembali berbeda pendapat tentang tanggal turunnya pada bulan Ramadhan. Ada yang mengatakan malam 7 Ramadhan, ada juga yang mengatakan malam 17 Ramadhan, ada juga yang mengatakan malam 24, juga ada yang mengatakan tanggal 21 Ramadhan.
Sheikh Shofiyur-Rohman Al-Mubarokfuri mengatakan dalam kitab Sirah Nabawi karangannya Rahiqul-Makhtum: “setelah melakukan penelitian yang cukup dalam, mungkin dapat disimpulkan bahwa hari itu ialah hari senin tanggal 21 bulan Ramadhan malam. Yang bertepatan tanggal 10 Agustus 660 M, dan ketika itu umur Rasul SAW tepat 40 Tahun 6 bulan 12 hari hitungan bulan, tepat 39 tahun 3 bulan 12 hari hitungan matahari. Hari senin pada bulan Ramadhan tahun itu ialah antar 7, 14, 21, 24, 28, dan dari beberapa riwayat yang shahih bahwa malam lailatul qadar itu tidak terjadi kecuali di malam-malam ganjil dari sepuluh akhir bulan Ramadhan. Jika kita bandingkan firman Allah surat Al-Qodr ayat pertama dengan hadits Abu Qotadah yang menjelaskan bahwa wahyu diturunkan hari senin di atas, dan dengan hitungan tanggalan ilmiyah tentang hari senin pada bulan Ramadhan tahun tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa wahyu pertama turun kepada Rasul SAW itu tanggal 21 Ramadhan malam”.

Kenapa Malam 17 Ramadhan?
Dan yang menjadi dasar kebanyakan kaum muslim dalam memperingati nuzulul Qur’an pada malam tanggal 17 Ramadhan, mungkin apa yang disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir (W. 774 H) dalam kitabnya Al-Bidayah wan-Nihayah, Al-Waqidi meriwayatkan dari Abu Ja’far Al-Baqir yang mengatakan bahwa “wahyu pertama kali turun pada Rasul SAW pada hari senin 17 Ramadhan dan dikatakan juga 24 Ramadhan.”

Kesimpulan
Kesimpulannya bahwa malam lailatul-Qodr yang disebut sebagai malam turunnya Al-Qur’an ialah benar, karena itu ialah malam yang al-Qur’an turun secara lengkap sekaligus dari Lauh-Mahfuzd ke langit dunia (baitul-Izzah).
Dan Al-Qur’an turun secara berangsuran yang didahului dengan surat Al-‘Alaq ayat 1-5 yang juga momentum pengangkatan Muhammad SAW menjadi Rasul ialah malam 17 Ramadhan yang sering dirayakan oleh kebanyakan umat Islam, baik di Indonesia ataupun di negeri lain.
Walaupun penetapan malam 17 Ramadhan sebagai waktu awalnya turun Al-Qur’an itu juga masih diperselisihkan oleh kebanyakan Ulama, sebagaimana dijelaskan di atas.
Wallahu A’lam.


Selamat Datang di Catatan Alan Wa SYAHLAN

Senin, 15 Agustus 2011

Nuzul Al-Quran(Turunnya Al-Quran)

1- Pembagian turunnya Al-Quran a. Turunnya seluruh Al-Quran dalam satu waktu (daf’ah wahidah). Maksudnya adalah turunnya seluruh Al-
Quran
dari
lauh
mahfuzh
(papan taqdir)
dalam
satu
waktu
ke
langit dunia. Turunnya Al-Quran dengan cara ini turun pada 10 akhir bulan Ramadhan yang kita kenal dengan Lailatul Qadar (malam penghargaan/ kemuliaan). Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Quran pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apa malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun Malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu kesejahteraan sampai terbitnya fajar”. Qadhi Iyyadh mengatakan sebagaimana dikutip oleh Imam Nawawi dalam Syarah Muslim bahwa lailatul qadar terjadi setiap tahun dari turunnya ayat ini pada zaman Rasulullah di hari 10 akhir bulan ramadhan sampai hari kiamat nanti. Dalilnya sabda Rasulullah SAW: “Carilah lailatul qadar pada hari 10 akhir bulan ramadhan”. b. Turunnya Al-Quran secara berangsur-angsur (munajjaman). Maksudnya adalah turunnya Al-Quran ayat per-ayat atau surat per-surat dalam waktu 23 tahun: yaitu masa diutusnya Rasulullah, Al-Quran turun secara berangsur-angsur dari langit dunia kepada Rasulullah SAW. Jumhur (kebanyakan) ulama mengatakan bahwa awal surat turun kepada nabi Muhammad SAW adalah surat Al-‘Alaq, ayat satu sampai lima yang artinya: “Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang maha Pemurah. Yang mengajar dengan perantaraan qalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya ". Surat Al-‘Alaq ini turun pada hari senin malam 17 ramadhan. Berarti kita sekarang memperingati awal turunnya Al-Quran kepada nabi Muhammad SAW. 2- Keutamaan Al-Quran Al-Quran sebagai Kitab Suci bagi orang Islam mempunyai banyak keutamaan. Diantaranya: a. Al-Quran adalah kalam (perkataan) Allah. Itu berarti perkataan yang paling benar dan tidak ada keraguan sedikitpun didalamnya. Allah berfirman: ”Dan siapakah yang lebih benar perkataannya dari perkataan Allah? ”( QS;An-Nisa 87,122). b. Petunjuk dan kasih sayang (rahmat) bagi orang yang bertakwa. Allah berfirman: ”Sebagai petunjuk bagi orang yang bertakwa”( QS: Al- Baqarah 2). Dalam ayat lain “Sebagai petunjuk dan kasih sayang bagi orang-orang yang beriman”( QS : Yunus 57). Kasih sayang dalam arti tidak mau menyia-nyiakan hambanya dan jatuh dalam kesesatan. c. Obat dan penenang hati. Allah berfirman: ”Dan Kami turunkan dari Al-Quran sesuatu yang mengobati dan kasih sayang bagi orang yang beriman”( QS: Al-Isra 82). Dalam ayat lain Allah befirman: ”Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu mauizha (nasihat) dari Tuhanmu dan Penyembuh bagi penyakit- penyakit dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”( QS : Yunus 57). d. Al-Quran mencakup segala sesuatu. Allah berfirman: ”Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab ini (Al-Quran), kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”( QS: Al-An’am 38). Maksudnya Al-Quran mencakup hukum (halal dan haram), kisah, berita gaib, nasihat-nasihat, perumpamaan-perumpaan, bahkan mencakup kaidah-kaidah ilmiyah yang tetap (pasti). Seperti teori yang mengatakan bahwa manusia semakin berada jauh di langit semakin kekurangan oksigen. Allah berfirman “Barang siapa yang kehendaki untuk diberi petunjuk maka akan tenangkan hatinya dan barang siapa yang kehendaki untuk disesatkan maka akan jadikan hatinya sempit seperti dia ketika naik ke langit” QS:Al-An’am 125. Allah juga berfirman: ”Dan Kami turunkan kepadamu Muhammad Kitab (Al-Quran) sebagai penjelas segala sesuatu”( QS: An-Nahl 89). Ini adalah sebagian keutamaan Al- Quran. Banyak lagi keutamaan- keutamaan lain yang belum teruraikan. 3- Sikap Muslim terhadap Al-Quran a- Membaca Al-Quran. Rasulullah SAW bersabda: ”Bacalah Al- Quran maka sesungguhnya Al-Quran akan menjadi pemberi syafaat untuk ahlinya (pembacanya) di hari kiamat. Beliau juga bersabda: “ Akan dikatakan kepada Ahli Al-Quran di hari kiamat: Bacalah Al-Quran dan naiklah tingkatan-tingkatan (tangga- tangga) surga serta bacalah dengan tartil (membaca dengan cepat dan memperhatikan hukum bacaan Al- Quran) sebagaimana kamu membacanya di dunia karena sesungguhnya kedudukanmu berada di akhir ayat yang kamu baca. b- Menghafal Al-Quran. Wajib bagi orang Muslim untuk menghafal Al-Quran baik seluruhnya atau sebagiannya. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya orang yang tidak ada didalam hatinya sedikitpun dari Al-Quran seperti rumah yang roboh”. c- Tadabbur Al-Quran. Artinya merenungi kandungan Al- Quran ayat per-ayat dengan tujuan memberikan protect diri dari segala apa yang dilarang . Allah Berfirman: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran, atau hati mereka telah terkunci ”( QS:Muhammad 24). Allah berfirman dalam ayat lain: ”Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran?, Kalau kiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”( QS:An-Nisaa 82). d- Mengamalkan Al-Quran. Setelah membaca, menghafal dan mentadabbur Al-Quran langkah terakhir yang harus ditempuh adalah mengamalkan Al-Quran. Dengan mengamalkan Al-Quran berarti mengamalkan ajaran islam itu sendiri. Aisyah berkata: ”Akhlak Rasulullah SAW adalah Al-Quran”. Al-Quran yang kita pelajari dan baca tidak akan lengkap kecuali mengamalkannya karena Al-Quran di hari kiamat bisa menjadi penolong atau penghujat kita, dalam artian Al-Quran yang kita baca, kita fahami dan tidak kita amalkan akan menjeremuskan kita ke neraka. Rasulullah bersabda: “Dan Al- Quran akan jadi penolong kamu atau penghujat kamu”. Empat sikap ini harus dimiliki oleh orang Islam agar Al-Quran selalu menjadi panutan dan tuntunannya. Memperingati nuzul Al-Quran berarti memperingati diri kita terhadap Al- Quran. Sejauh mana kita telah membaca Al-Quran, sejauh mana kita telah menghafal Al-Quran, sejauh mana kita mentadabburi Al-Quran, sejauh mana kita mengamalkan Al- Quran. Memperingati nuzul Al-Quran berarti men-introspeksi diri, apakah perbuatan kita sesuai dengan apa yang diperintahkan dalam Al-Quran. Marilah tingkatkan iman dan sikap kita
terhadap Al-Quran semoga juga kita menjadi orang yang diridhai. Wallahu’alam bisshawab

DEBAT SERRU.!!! KEBOHONGAN GEREJA tidak TA'AT YESUS | Tania vs Dr Zakir ...

Judika - Ku tak mampu (original clip).DAT

Video puja syarma terbaru | tere naina ft Andryfrazz . Subhanallah bange...

Lawak-Jackie Chan BAHASA ACEH LUCU

Puja Syarma - Indonesia Jaya

Gadis Aceh Cantik (Puja Syarma) Suara Merdu Banget, Nyanyi Dan Membaca A...

Cewek Cantik Asal Aceh Nyanyi Lagu India, Suara Mirip Kareena Kapoor

Masya Allah!! suara imam masjid salman itb ini merdu sekali (MAHASISWA ITB ASAL ACEH) SUBHANALLAH Y ALAH :)

Kisah Nenek Penjual Bawang yang Menggetarkan Hati "Netizen"

100% kamu pasti menangis menonton kisah mengharukan ini. "menerima cinta...

Jangan Buang Makanan

Kisah Nyata : keluarga yang cari makan dari makanan sisa dari restoran(renungkan lah kita yg slu di beri makan)

Monday, June 20, 2016

8 Golongan Yang Berhak Menerima Zakat

Pertama: Fuqara Masakin
1. Fakir adalah orang yang membutuhkan dan tidak meminta minta, sedangkan miskin adalah yang meminta-minta.
2. Keduanya bermacam-macam:
  • orang yang tidak memiliki kekayaan dan tidak pula pekerjaan
  • orang yang memiliki kekayaan dan pekerjaan yang tidak mencukupi setengah kebutuhan
  • orang yang memiliki kekayaan dan pekerjaan yang tidak mencukupi kebutuhan standar
3. Sedangkan orang kaya yang tidak boleh menerima zakat adalah orang yang telah memiliki kecukupan untuk diri dan keluarga.

4. Orang fakir miskin diberikan sejumlah yang dapat mencukupinya
  • yang mencukupinya sepanjang hidupnya, menurut Imam Syafi’i
  • yang mencukupinya selama satu tahun, menurut madzhab Maliki dan Hanbali
Bentuk kecukupan sepanjang hidup dapat berupa alat kerja, modal dagang, dibelikan bangunan kemudian diambil hasil sewanya, atau sarana-sarana lainnya seperti yang disebutkan oleh madzhab Syafi’i dalam buku-bukunya secara rinci.

Di antara kecukupan adalah buku-buku dalam bermacam ilmu, biaya pernikahan bagi yang membutuhkan. Sebab, tujuan utama zakat adalah mengangkat fakir miskin sampai pada standar layak.

Kedua: Amilin
Yaitu orang-orang yang bertugas mengambil zakat dari para muzakki dan mendistribusikan kepada para mustahiq. Mereka itu adalah kelengkapan personil dan finasial untuk mengelola zakat.

  1. Termasuk dalam kewajiban imam adalah mengutus para pemungut zakat dan mendistribusikannya, seperti yang pernah dilakukan Rasulullah dan para khalifah sesudahnya.

  2. Syarat orang-orang yang dapat dipekerjakan sebagai amil pengelola zakat, adalah seorang muslim, baligh dan berakal, mengerti hukum zakat-sesuai dengan kebutuhan lapangan- membidangi pekerjaannya, dimungkinkan mempekerjakan wanita dalam sebagian urusan zakat, terutama yang berkaitan dengan wanita, dengan tetap menjaga syarat-syarat syar’i.

  3. Para amil mendapatkan kompensasi sesuai dengan pekerjaannya. Tidak diperbolehkan menerima suap, meskipun dengan nama hadiah, seperti yang diriwayatkan dalam sebuah hadits riwayat Bukhari Muslim, “Sesungguhnya aku mempekerjakan kalian salah seorang di antaramu melaksanakan tugas yang pernah Allah sampaikan kepadaku, kemudian datang kepadaku dan mengatakan: ‘Ini untukmu dan ini hadiah untukku’, apakah ketika ia duduk di rumah ayah ibunya akan ada hadiah yang menghampirinya?”
  4. Para amil harus bersikap lunak dengan para muzakki, meyakinkan apa yang menjadi kewajibannya, mendoakannya ketika mengambil zakat, menetapkan para mustahiq, dan memberikan bagian mereka.

Ketiga: Muallaf
Mereka itu adalah orang-orang yang sedang dilunakkan hatinya untuk memeluk Islam, atau untuk menguatkan Islamnya, atau untuk mencegah keburukan sikapnya terhadap kaum muslimin, atau mengharapkan dukungannya terhadap kaum muslimin.

  1. Bagian para muallaf tetap disediakan setelah wafat Rasulullah saw., karena tidak ada nash (teks Al-Qur’an atau Sunnah) yang menghapusnya. Kebutuhan untuk melunakkan hati akan terus ada sepanjang zaman. Dan di zaman sekarang ini keberadaannya sangat terasa karena kelemahan kaum muslimin dan tekanan musuh atas mereka.

  2. Yang berhak menetapkan hak para muallaf dalam zakat hanyalah imam (kepala Negara). Dan ketika tidak ada imam, maka memungkinkan para pemimpin lembaga Islam atau organisasi massa tertentu mengambil peran ini.

  3. Diperbolehkan juga di zaman sekarang ini memberikan zakat kepada para muallaf bagi mereka yang telah masuk Islam untuk memotivasi mereka, atau kepada sebagian organisasi tertentu untuk memberikan dukungan terhadap kaum muslimiin. Juga dapat diberikan kepada sebagian penduduk muslim yang miskin yang sedang dirakayasa musuh-musuh Islam untuk meninggalkan Islam. Dalam kondisi ini mereka dapat pula diberikan dari selain zakat.

Keempat: Para Budak
Zakat dapat juga digunakan untuk membebaskan orang-orang yang sedang menjadi budak, yaitu dengan:

  • Membantu para budak mukatab, yaitu budak yang sedang menyicil pembayaran sejumlah tertentu untuk pembebasan dirinya dari majikannya agar dapat hidup merdeka. Mereka berhak mendapatkannya dari zakat.

  • Atau dengan membeli budak kemudian dimerdekakan
Pada zaman sekarang ini, sejak penghapusan sistem perbudakan di dunia, mereka sudah tidak ada lagi. Tetapi menurut sebagian madzhab Maliki dan Hanbali, pembebasan tawanan muslim dari tangan musuh dengan uang zakat termasuk dalam bab perbudakan. Dengan demikian maka mustahik ini tetap akan ada selama masih berlangsung peperangan antara kaum muslimin dengan musuhnya.

Kelima: Gharimin (orang berhutang)
Al-Gharim adalah orang yang berhutang dan tidak mampu membayarnya. Ada dua macam jenis gharim, yaitu:

1. Al-Gharim untuk kepentingan dirinya sendiri, yaitu orang yang berhutang untuk menutup kebutuhan primer pribadi dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, seperti rumah, makan, pernikahan, perabotan. Atau orang yang terkena musibah sehingga kehilangan hartanya, dan memaksanya untuk berhutang. Mereka dapat diberi zakat dengan syarat
  • membutuhkan dana untuk membayar hutang
  • hutangnya untuk mentaati Allah atau untuk perbuatan mubah
  • hutangnya jatuh tempo saat itu atau pada tahun itu
  • tagihan hutang dengan sesama manusia, maka hutang kifarat tidak termasuk dalam jenis ini, karena tidak ada seorangpun yang dapat menagihnya.
Al-Gharim diberikan sejumlah yang dapat melunasi hutangnya.
2. Al-Gharim untuk kemaslahatan orang lain, seperti orang yang berhutang untuk mendamaikan dua orang muslim yang sedang berselisih, dan harus mengeluarkan dana untuk meredam kemarahannya. Maka, siapapun yang mengeluarkan dana untuk kemaslahatan umum yang diperbolehkan agama, lalu ia berhutang untuk itu, ia dibantu melunasinya dari zakat.
Diperbolehkan membayar hutangnya mayit dari zakat. Karena gharim mencakup yang masih hidup dan yang sudah mati. Demikian madzhab Maliki, berdasrkan hadits Nabi yang bersabda, “Aku adalah yang terdekat pada seorang mukmin daripada diri mereka sendiri. Barangsiapa yang meninggalkan harta, maka itu untuk ahli warisnya; dan barangsiapa yang meninggalkan hutang atau kehilangan, maka kepadaku dan kewajibanku.” (muttafaq alaih)
Sebagian ulama hari ini memperbolehkan zakat dipinjamkan dengan qardhul hasan karena qiyas aulawiy (prioritas), yaitu jika hutang yang sudah terjadi boleh dibayarkan dari zakat, maka qardhul hasan yang bersih dari riba lebih prioritas dari pada pembagian zakat. Berhutang dalam dua keadaan itu tujuannya sama, yaitu untuk menutup kebutuhan.
Keenam: Fii Sabilillah
Ibnul Atsir berkata, kata Sabilillah berkonotasi umum, untuk seluruh orang yang bekerja ikhlas untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan kewajiban, yang sunnah dan kebaikan-kebaikan lainnya. Dan jika kata itu diucapkan, maka pada umumnya ditujukan untuk makna jihad. Karena banyaknya penggunaannya untuk konotasi ini maka sepertinya kata fisabilillah, hanya digunakan untuk makna jihad ini (lihat Kitab An-Nihayah Ibnu Atsir).

Menurut empat madzhab, mereka bersepakat bahwa jihad termasuk ke dalam makna fi sabilillah, dan zakat diberikan kepadanya sebagai personil mujahidin. Sedangkan pembagian zakat kepada selain keperluan zakat, madzhab Hannafi tidak sependapat dengan madzhab lainnya, sebagaimana mereka telah bersepakat untuk tidak memperbolehkan penyaluran zakat kepada proyek kebaikan umum lainnya seperti majid, madrasah, dan lain-lain.

Pandapat lain. Imam Ar Razi mengatakan dalam tafsirnya, “Sesungguhnya teks zhahir dari firman Allah wa fii sabiilillah (وفي سَبيل الله) tidak hanya terbatas pada para tentara saja. Demikianlah yang dirilis oleh Al-Qaffal dalam tafsirnya dari sebagian ulama fiqih, bahwa mereka memperbolehkan penyaluran zakat kepada seluruh proyek kebaikan seperti mengkafani mayit, membangun pagar, membangun masjid, karena kata fi sabilillah berlaku umum untuk semua proyek kebaikan.

As-Sayyid Siddiq Hasan Khan berkata, sabilillah artinya seluruh jalan yang menuju kepada Allah. Sedangkan jihad –meskipun jalan terbesar kepada Allah– tetapi tidak ada dalil yang mengkhususkan pembagian zakat hanya kepada mujahid. (lihat Ar-Raudhatun Nadiyyah).

Rasyid Ridha berkata, sabilillah di sana adalah kemaslahatan umum kaum muslimin yang digunakan untuk menegakkan urusan dunia dan agama, bukan pada individunya. Yang utama dan pertama adalah persiapan perang seperti pembelian senjata, perbekalan tentara, alat transportasi, pemberangkatan pasukan… dan termasuk juga dalam hal ini adalah mendirikan rumah sakit, membuka jalan, mempersiapkan para dai yang menyerukan Islam, mengirimkan mereka ke daerah-daerah kafir (lihat Tafsir Al-Manar).

Syeikh Mahmud Syaltut dalam bukunya Islam Aqidah dan Syari’ah dalam hal ini menyatakan, sabilillah adalah seluruh kemaslahatan umum yang tidak dimiliki oleh seseorang dan tidak memberi keuntungan kepada perorangan. Lalu dia menyebutkan, setelah pembentukan satuan perang adalah rumah sakit, jalan, rel kereta, dan mempersiapkan para dai.

Syeikh Hasanain Makhluf, Mufti Mesir, berfatwa tentang kebolehan menyalurkan zakat kepada seluruh organisasi kebaikan Islam, bersandar kepada ungkapan Ar-Razi dari Al-Qaffal dan lain-lain dalam memaknai kata fi sabilillah.

Dalam Zhilalil Qur’an, Sayyid Quthb berkata, fi sabilillah adalah jalan luas yang mencakup seluruh kemaslahatan jama’ah yang menegakkan kalimat Allah.
Kesimpulannya, yang rajah (kuat) bahwa yang dimaksud dari firman Allah “fisabilillah” adalah jihad seperti yang dimaksudkan oleh jumhurul ulama. Akan tetapi bentuk jihad pada masa sahabat dan para ulama sesudahnya terbatas pada berperang. Karena hukum Allah sudah berdiri tegak dan Negara Islam berwibawa. Adapun pada zaman sekarang ini, bentuk jihad itu tampil dengan warna yang bermacam-macam untuk menegakkan agama Allah, menyampaikan dakwah dan melindungi umat Islam. Kami berpendapat bahwa sangat mungkin untuk menyalurkan zakat kepada lembaga-lembaga modern seperti ini yang masuk ke dalam bab fisabilillah. Yaitu jalan yang digunakan untuk membela agama Allah dan menjaga umat Islam, baik dalam bentuk tsaqafah (wawasan), pendidikan, media, atau militer, dst. Dan perlu ditegaskan di sini bahwa peperangan yang boleh dibiayai dengan zakat adalah perang fisabilillah di bawah bendera Islam, untuk membela kepentingan Islam dan dibawah komando pemimpin Islam.

Ketujuh: Ibnu sabil
Mereka adalah para musafir yang kehabisan biaya di negera lain, meskipun ia kaya di kampung halamannya. Mereka dapat menerima zakat sebesar biaya yang dapat mengantarkannya pulang ke negerinya, meliputi ongkos jalan dan perbekalan, dengan syarat:

  • Ia membutuhkan di tempat ia kehabisan biaya.
  • Perjalanannya bukan perjalanan maksiat, yaitu dalam perjalanan sunnah atau mubah.
  • Sebagian madzhab Maliki mensyaratkan: tidak ada yang memberinya pinjaman dan ia mampu membayarnya.

Penyaluran zakat kepada para mustahiq
  1. Imam Syafi’i berpendapat bahwa zakat harus dibagikan kepada delapan kelompok itu dengan merata, kecuali jika salah satu kelompok itu tidak ada, maka zakat diberikan kepada ashnaf yang masih ada. Jika muzakki itu sendiri yang membagikan langsung zakatnya, maka gugur pula bagian amil.

  2. Madzhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa zakat boleh diberikan kepada sebagian ashnaf, tidak kepada seluruh ashnaf yang ada. Bahkan mereka memperbolehkan pemberian zakat hanya kepada salah satu ashnaf saja sesuai dengan kondisi. Inilah pendapat mayoritas ulama dan pendapat yang paling kuat dengan memperhatikan hal-hal berikut ini:

    1. Tidak diperbolehkan menghilangkan hak salah satu mustahiq tanpa ada sebab, jika imam yang melakukan pembagian dan jumlah zakat cukup banyak.
    2. Diperbolehkan memberikan zakat hanya kepada satu ashnaf saja jika ada kemaslahatan yang dapat dipertannggungjawabkan, seperti ketika perang yang mengharuskan zakat untuk pembiayaan mujahid di medan perang.

    3. Ketika membagikan zakat kepada semua ashnaf secara menyeluruh tidak diharuskan membagi rata kepada mereka. Dan yang diwajibkan adalah memberikan bagian pada masing-masing sesuai dengan jumlah dan kebutuhan.

    4. Selalu diperhatikan bahawa kelompok prioritas adalah fakir miskin. Kelompok yang diulang-ulang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka tidak diperbolehkan menghalangi hak mereka dari zakat, kecuali karena kondisi darurat sesaat.
    5. Jika muzakki yang membagikan langsung zakatnya dan jumlah zakatnya kecil, boleh diberikan kepada satu kelompok dan satu orang saja untuk mencapai tujuan zakat, yaitu menutup kebutuhan.

    6. Jika imam yang membagikan, maka bagian amilin tidak boleh lebih banyak dari seperdelapan, menurut Imam Syafi’i, agar zakat tidak habis di tangan para pegawai saja.

Keluarga Besar Ku






SUDAHKAH ANDA MEMBAYAR ZAKAT ?

 Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat – syarat yang telah ditentukan oleh agama, dan disalurkan kepada orang–orang yang telah ditentukan pula, yaitu delapan golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana .” Zakat dalam bahasa Arab mempunyai beberapa makna...
PERTAMA Zakat bermakna At-Thohuru, yang artinya membersihkan atau mensucikan. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat karena Allah dan bukan karena ingin dipuji manusia, Allah akan membersihkan dan mensucikan baik hartanya maupun jiwanya. Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubah ayat 103: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
KEDUA Zakat bermakna Al-Barakatu, yang artinya berkah. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu membayar zakat, hartanya akan selalu dilimpahkan keberkahan oleh Allah SWT, kemudian keberkahan harta ini akan berdampak kepada keberkahan hidup. Keberkahan ini lahir karena harta yang kita gunakan adalah harta yang suci dan bersih, sebab harta kita telah dibersihkan dari kotoran dengan menunaikan zakat yang hakekatnya zakat itu sendiri berfungsi untuk membersihkan dan mensucikan harta.
KETIGA Zakat bermakna An-Numuw, yang artinya tumbuh dan berkembang. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya (dengan izin Allah) akan selalu terus tumbuh dan berkembang. Hal ini disebabkan oleh kesucian dan keberkahan harta yang telah ditunaikan kewajiban zakatnya. Tentu kita tidak pernah mendengar orang yang selalu menunaikan zakat dengan ikhlas karena Allah, kemudian banyak mengalami masalah dalam harta dan usahanya, baik itu kebangkrutan, kehancuran, kerugian usaha, dan lain sebagainya. Tentu kita tidak pernah mendengar hal seperti itu, yang ada bahkan sebaliknya. Zakat yang kita keluarkan tidak mengurangi harta kita, bahkan menambah harta kita dengan berlipat ganda. Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 39 : “Dan sesuatu riba yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipat gandakan .” Dalam ayat ini Allah berfirman tentang zakat yang sebelumnya didahului dengan firman tentang riba. Dengan ayat ini Allah Maha Pemberi Rizki menegaskan bahwa riba tidak akan pernah melipat gandakan harta manusia, yang sebenarnya dapat melipat gandakannya adalah dengan menunaikan zakat.
KEEMPAT Zakat bermakna As-Sholahu, yang artinya beres atau keberesan, yaitu bahwa orang orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya akan selalu beres dan jauh dari masalah. Orang yang dalam hartanya selalu ditimpa musibah atau masalah, misalnya kebangkrutan, kecurian, kerampokan, hilang, dan lain sebagainya boleh jadi karena mereka selalu melalaikan zakat yang merupakan kewajiban mereka dan hak fakir miskin beserta golongan lainnya yang telah Allah sebutkan dalam Al – Qur’an.
ZAKAT DAN KETENTUANNYA
ZAKAT FITRAH Besarnya zakat fitrah adalah 2.5 kg Atau menurut Abu Hanifah, boleh membayarkan sesuai dengan harga makanan pokok Orang yang wajib membayar zakat fitrah Semua muslim tanpa membedakan laki-laki dan perempuan, bayi, anak-anak dan dewasa, kaya atau miskin (yang mempunyai makanan pokok lebih dari sehari) Waktu mengeluarkan zakat fitrah : Boleh diberikan awal bulan Ramadhan, tetapi wajibnya zakat fitrah diberikan menjelang Sholat Idul Fitri atau tenggelamnya matahari di akhir bulan Ramadhan.
ZAKAT HASIL PERTANIAN Mencapai nishab 653 kg gabah atau 520 kg jika yang dihasilkan adalah makanan pokok Jika selain makanan pokok, maka nishabnya disamakan dengan makanan pokok paling umum di daerah Kadar zakat apabila diairi dengan air hujan, sungai, atau mata air, maka 10 % Kadar zakat jika diairi dengan cara disiram (dengan menggunakan lat) atau irigasi maka zakatnya 5 %
ZAKAT EMAS Ketentuan zakat emas adalah mencapai haul; mencapai nishab, 85 gr emas murni; serta besar zakat 2,5 % Jika seluruh emas atau perak yang dimiliki, tidak dipakai atau dipakainya hanya setahun sekali Zakat emas atau perak = emas yang dimiliki x harga emas x 2,5 % Jika emas yang dimiliki ada yang dipakai Zakat = (emas yang dimiliki - emas yang dipakai) x harga emas x 2,5 %
ZAKAT PERAK Ketentuan zakat perak adalah mencapai haul; mencapai nishab 595 gr perak; serta besar zakat 2,5 % Jika seluruh perak yang dimiliki, tidak dipakai atau dipakainya hanya setahun sekali Zakat = perak yang dimiliki x harga perak x 2,5 % Jika emas yang dimiliki ada yang dipakai Zakat = (perak yang dimiliki - perak yang dipakai) x harga emas x 2,5 %
ZAKAT HADIAH Jika hadiah tersebut terkait dengan gaji maka ketentuannya sama dengan zakat profesi dan dikeluarkan pada saat menerima hadiah. Besar Zakat yang dikeluarkan 2.5%. Jika komisi, terdiri dari 2 bentuk : Pertama, jika komisi dari hasil prosentasi keuntungan perusahaan kepada pegawai, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 10%. Kedua, jika komisi dari hasil profesi misalnya makelar, maka zakatnya seperti zakat profesi. Jika hibah : Pertama, jika sumber hibah tidak diduga - duga maka zakat yang dikeluarkan sebesar 20%. Kedua, jika sumber hibah sudah diduga dan diharapkan, maka hibah tersebut digabungkan dengan kekayaan yang ada, zakat yang dikeluarkan sebesar 2.5%.
ZAKAT PERDAGANGAN Ketentuan zakat perdagangan jika telah mencapai haul; mencapai nishab 85 gr emas. Besar zakat 2,5 % dan dapat dibayar dengan barang atau uang; berlaku untuk perdagangan secara individu atau badan usaha ( CV, PT, koperasi) Zakat Perdagangan = ( Modal yang diputar + keuntungan + piutang yang dapat dicairkan ) – (hutang-kerugian) x 2,5 %
ZAKAT PROFESI adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi bila telah mencapai nishab. Menurut Yusuf Qorodhowi, sangat dianjurkan untuk menghitung zakat dari pendapatan kasar (brutto), untuk lebih menjaga kehati-hatian. Nisab sebesar 5 wasaq / 652,8 kg gabah setara 520 kg beras. Besar zakat profesi yaitu 2,5 %. Terdapat 2 kaidah dalam menghitung zakat profesi Menghitung dari pendapatan kasar (brutto) Besar Zakat yang dikeluarkan = Pendapatan total (keseluruhan) x 2,5 % Menghitung dari pendapatan bersih (netto) 1. Pendapatan wajib zakat=Pendapatan total - Pengeluaran perbulan* 2. Besar zakat yang harus dibayarkan=Pendapatan wajib zakat x 2,5 % Keterangan : * Pengeluaran per bulan adalah pengeluaran kebutuhan primer (sandang, pangan, papan ) * Pengeluaran perbulan termasuk : Pengeluaran diri , istri, 3 anak, orang tua dan Cicilan Rumah. Bila dia seorang istri, maka kebutuhan diri, 3 anak dan cicilan Rumah tidak termasuk dalam pengeluaran perbulan.
ZAKAT SIMPANAN Uang simpanan dikenakan zakat dari jumlah saldo akhir bila telah mencapai haul. Besarnya nisab senilai 85 gr emas. Besar zakat yang harus dikeluarkan 2,5 % Zakat simpanan Tabungan Saldo akhir : saldo akhir - Bagi hasil/bunga Besarnya zakat : 2,5 % x saldo akhir Zakat Simpanan Deposito Penghitungan sama dengan zakat simpanan Tabungan.